Jakarta (ANTARA News) - Managing Director Grab Indonesia, Ridzki Kramadibrata, berharap peraturan pemerintah mengenai aturan taksi daring dapat lebih luwes.Friksi tentunya ada, perbedaan gap antara peraturan dengan yang kami jalankan selama ini kami harapkan bisa ditemukan titik tengahnya di sini yang terbaik bagi penumpang maupun bagi mitra."
"Friksi tentunya ada, perbedaan gap antara peraturan dengan yang kami jalankan selama ini kami harapkan bisa ditemukan titik tengahnya di sini yang terbaik bagi penumpang maupun bagi mitra," ujar dia usai temu media di Kementerian Perhubungan Jakarta, Jumat.
Salah satu aturan yang diharap dapat dikomunikasikan adalah tarif. Ridzki melihat dalam prakteknya, tarif yang diatur pemerintah terlalu tinggi.
Sebagai informasi, merujuk pada Permenhub 26/2017, pemerintah menerapkan tarif atas dan tarif bawah yang dibagi dalam dua wilayah, yakni wilayah I meliputi Sumatra, Jawa dan Bali dan wilayah II meliputi wilayah di luar Sumatra, Jawa dan Bali.
Wilayah I memiliki batas bawah Rp3.500 dan batas atas Rp6.000, sementara wilayah II memiliki batas bawah Rp3.700 dan batas atas Rp6.500.
Ridzki mengaku khawatir karena menurutnya penentuan tarif tidak mewakili keadaan.
"Nanti berbicara dengan kementerian terkait untuk melakukan perhitungan bagaimana sebetulnya kebutuhan transportasi di Indonesia," ujar Ridzki.
"Komunikasi yang akan kami jalin dengan pemerintah mudah-mudahan bisa menjembatani hal-hal ini," sambung dia.
(Baca juga: Aturan baru taksi daring berlaku 1 November, masa transisi tiga bulan)
Tidak hanya soal tarif, Ridzki berharap pemerintah dapat lebih luwes soal pemasangan sticker di kendaraan taksi daring.
"Kalau dilihat dari spiritnya penggunaan sticker itu baik, tapi melihat dari prakteknya di sini perlu keluwesan dari penggunaan atau praktek dari peraturan ini. Tentunya tergantung dari situasi keamanan di lokasi," kata dia.
Apabila penggunaan sticker membuat risiko keamanan, menurut Ridzki, perlu kebijakan dari pemerintah untuk tidak memberlakukan hal itu di daerah-daerah yang dinilai masih cukup rawan.
"Kami memerlukan kerjasama juga dari pihak-pihak pemerintah dalam hal ini juga pihak keamanan untuk secara proaktif bersama kami melakukan tindakan-tindakan baik secara persuasif maupun secara paksa untuk meredam situasi-situasi yang kurang kondusif," ujar dia.
"Kuncinya di sini adalah keluwesan. Tentunya menaati pemerintah adalah hal yang wajib tapi tentunya di sini kita bisa lihat kasus per kasus di mana kalau penggunaan sticker bisa membahayakan pengemudi," lanjut dia.
Secara umum, Ridzki melihat Jakarta sudah lebih kondusif karena masyarakat sudah sangat terbiasa dengan transportasi daring. Namun, ada beberapa daerah yang dirasa masih sensitif, seperti Bali dan Batam.
"Di luar Jakarta kebanyakan sebenarnya sudah sangat kondusif karena mereka juga sudah sangat merasakan manfaatnya baik dari segi pengemudinya maupun dari segi penumpangnya," ujar dia.
"Bahkan yang tadi sebelumnya agak sedikit berseteru dengan berjalannya waktu mereka bergabung ke pola transportasi ini," tambah dia.
Pewarta: Arindra Meodia
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2017