Berwisata ke Taman Nasional Danau Sentarum

30 Oktober 2017 19:50 WIB
Berwisata ke Taman Nasional Danau Sentarum
Taman Nasional Danau Sentarum di Kecamatan Batang Lupar, Kapuas Hulu, Kalimantan Barat. (ANTARA News/Fitri Supratiwi)
Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah Kabupaten Kapuas Hulu, pada 25-28 Oktober 2017 menggelar Festival Danau Sentarum Betung Kerihun yang kegiatannya dipusatkan di Lanjak, ibu kota Kecamatan Batang Lupar, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat.

Masih terkait dengan kegiatan itu, Balai Besar Taman Nasional Betung Kerihun dan Danau Sentarum mengundang delapan wartawan dari Jakarta dan Pontianak untuk mengikuti kegiatan Media Trip ke taman nasional tersebut.

Kedelapan jurnalis dibagi dalam dua kelompok, empat orang ke taman Nasional Betung Kerihun dan empat sisanya ke Danau Sentarum. Antaranews masuk dalam kelompok kedua.

Perjalanan dari Jakarta dimulai ketika pesawat yang membawa tiga jurnalis tinggal landas sekitar pukul 08.30 WIB menuju Pontianak. Sesampai di ibu kota Kalimantan Barat itu, ketiganya bergabung dengan lima wartawan dari Pontianak untuk berangkat bersama-sama menuju Putussibau, Kapuas Hulu.

Perjalanan ditempuh sekitar satu jam dengan pesawat terbang.

Di Putussibau ini lah, kedua kelompok berpisah untuk menuju lokasi masing-masing yang sudah ditentukan sebelumnya. Antaranews bersama tiga jurnalis lain, menumpang mobil untuk menuju Taman Nasional Danau Sentarum.

Untuk mencapai kawasan taman nasional tersebut, dibutuhkan perjalanan darat selama dua jam dari Putussibau menuju Lanjak. Perjalanan sejauh sekitar 120km itu dapat ditempuh dalam dua jam karena kondisi jalan yang mulus dan sepi tanpa macet meskipun berkelok-kelok dan naik turun.

Meski perjalanan cukup panjang, namun tidak membosankan karena di sisi kiri dan kanan jalan menyuguhkan pemandangan hijau menyejukkan mata. Hutan-hutan hijau rimbun, perbukitan, dan sungai-sungai kecil, sesekali ada perkampungan dan rumah panjang, menjadi pemandangan yang tiada habisnya.  

Waktu sudah menunjukkan pukul 16.00 WIB ketika rombongan sampai di Lanjak, kota kecamatan yang cukup ramai, yang menjadi pemberhentian terakhir sebelum melanjutkan perjalanan melalui air.

Mobil langsung membawa rombongan menuju dermaga kecil yang memisahkan masyarakat daratan dengan kampung air di kawasan Danau Sentarum itu. Dua speedboat sudah menunggu untuk mengantar ke Kampung Meliau, tempat menginap nanti.

Pukul 16.30 WIB speedboat mengawali perjalanan panjang melalui perairan. Rombongan harus segera berangkat karena menurut warga sekitar, pada sore hari gelombang di Danau Sentarum cukup besar sehingga membahayakan bagi angkutan air.

"Kita harus segera berangkat, kalau tidak akan berbahaya, kondisi di tengah danau sulit ditebak," ujar Tamin, tokoh masyarakat Meliau yang mengemudikan salah satu speedboat. Pernyataannya membuat sedikit cemas menghadapi perjalanan yang katanya akan ditempuh dalam dua jam itu.

Rumah Betang Meliau

Untuk sampai ke tengah danau tidak dibutuhkan waktu yang lama, hanya sekitar setengah jam setelah melalui perkampungan nelayan dan jalur-jalur kecil diperairan itu.

Lelah setelah melakukan perjalanan darat yang panjang dan berkelok-kelok seketika lenyap setelah melihat pemandangan danau yang indah. Danau luas yang airnya cukup tenang saat itu, dikelilingi hutan dan perbukitan serta gunung ditambah beberapa pulau di tengahnya tampak menakjubkan. Apalagi saat itu matahari sudah hampir tenggelam sehingga langit berwarna kuning kemerahan.

Danau yang luas, suasana tenang nyaris tanpa suara, pepohonan hijau, dan langit kemerahan, menjadi lukisan alam yang sempurna, yang sulit ditemukan di tempat lain.

Setelah melewati danau yang luas, speedboat memasuki sungai dan celah-celah sempit di tengah hutan. Menurut Alexander Melat Aryasa, Pengendali Ekosistem Hutan di Balai Besar Taman Nasional Betung Kerihun dan Danau Sentarum yang ikut dalam perjalanan ini, jika beruntung rombongan bisa bertemu dengan kera bekantan atau segerombolan burung-burung yang pulang kandang.

Kawasan itu juga merupakan habitat buaya, kata dia.

Setelah melewati celah-celah sempit di tengah hutan, perahu memasuki sungai besar, Sungai Leboyan. Selain dilingkupi hutan rawa dan hutan daratan. Di tepi sungai yang airnya berwarna coklat pekat itu juga terdapat perkampungan-perkampungan nelayan.

Hari sudah gelap, sekira pukul 18.30 WIB saat perahu sampai ke tujuan, Rumah Betang Meliau, di Dusun Meliau, Desa Melemba, Kecamatan Batang Lupar, Kapuas Hulu. Rumah tersebut dihuni oleh warga masyarakat Dayak Iban.

Rumah Betang Meliau adalah salah satu rumah panjang yang disiapkan oleh pemangku kebijakan setempat, bekerja sama dengan berbagai lembaga termasuk di antaranya World Wide Fund for Nature (WWF), untuk memberdayakan masyarakat setempat menampung tamu wisatawan dari luar.

Di rumah betang tersebut terdapat 11 bilik (rumah-rumah yang bergabung dalam rumah panjang) yang dihuni  19 kepala keluarga. Setiap bilik menyediakan kamar yang bisa disewa oleh pengunjung atau semacam guest house.  Tuan rumah sudah terlatih untuk menerima tamu dan menyiapkan makanan jika diminta.

Menurut Alex, untuk menyewa kamar dikenai tarif sekitar Rp40 ribu per kepala. Satu kamar dapat dihuni oleh dua orang tamu. Sedangan untuk makan, tarifnya juga sekitar Rp40 ribu per kepala per sekali makan. Tuan rumah akan menyiapkan makan pagi, siang, dan malam termasuk minuman teh dan kopi.

Namun jangan berharap mendapat fasilitas seperti di penginapan atau hotel pada umumnya, karena penginapan ini dibuat tanpa mengubah kebiasaan masyarakat setempat.


Wisata alam


Menginap di rumah betang dan merasakan keseharian masyarakat Dayak Iban memang sudah menjadi daya tarik tersendiri, namun wisata alam di sekitar Taman Nasional danau Sentarum tidak kalah menarik.

Danau yang sebenarnya merupakan kawasan lahan basah itu saja sudah merupakan keunikan tersendiri. Biasanya dalam setahun, danau tersebut kering selama dua bulan dan berair layaknya danau selama 10 bulan. Dia yang mengairi Sungai Kapuas saat kering dan menampung airnya saat sungai itu meluap.

Penyanyi Nugie, yang mengaku sudah beberapa kali datang ke sana, beruntung pernah mengalami kedua situasi berbeda dari danau seluas 132.000 hektare tersebut.  Penyanyi yang ditemui saat akan mengisi acara penutupan Festival Danau Sentarum, Sabtu (28/10) itu, mengaku pertama kali datang ke Danau Sentarum pada Oktober 2012 saat danau kering sehingga bisa dilewati sepeda motor, dan dua bulan kemudian (Desember 2012) saat ia kembali lagi, danau itu sudah penuh air.

"Takjub luar biasa, karena menurut aku di mana airnya disimpan ya, air sebanyak itu tiba-tiba hilang dengan cepat tapi juga bisa terisi dalam waktu dua bulan dengan curah hujan yang menurut teman-teman tidak heboh heboh amat," katanya.

Disamping fenomena alam yang menakjubkan itu, kekayaan keanekaragaman hayati di Taman Nasional Danau Sentarum juga memikat.  Danau, sungai, hutan, serta hewan-hewan yang hidup di dalamnya mempunyai daya tarik masing-masing.

Sekalipun membutuhkan perjuangan yang cukup berat untuk mencapainya, Danau Sentarum bisa menjadi objek wisata bagi mereka yang sekedar ingin bersenang-senang atau bersantai, bagi pehobi dan wisatawan dengan minat khusus.

Wisata memancing di Danau Merebung yang menjadi habitat ikan Arwana, bersantai di Pulau Melayu atau Pulau Sepandan, atau melihat pemandangan danau dari atas Bukit Tekenang bisa menjadi pilihan bagi wisatawan umum.

Sedang bagi wisatawan dengan minat khusus seperti ingin mengamati orang utan, dapat dilakukan di Bukit Peninjau yang menurut Manajer WWF Indonesia Program Kalimantan Barat, Albertus Tjiu, merupakan habitatnya.

Menurut dia, di kawasan Bukit Peninjau yang luasnya sekitar 250 hektare itu terdapat 20-an individu orang utan. "Populasi kecil di kawasan kecil," katanya.

Meski demikian, kata dia, di kawasan Peninjau itu terdapat dua ekosistem, yakni kawasan hutan rendah (law land) dan kawasan hutan rawa (swamp), sehingga lebih menunjang dalam ketersediaan pangan dan sarang, yang membuat orang utan menetap.

"Di Peninjau, ketika law land (hutan rendah) kurang (makanan), di swamp (rawa) ada sehingga mereka bisa makan di situ dan sebaliknya, maka itu bisa bergantian (ketersediaan pangannya). Sehingga mereka tidak akan pergi-pergi karena kelimpahan makanan cukup," katanya.

Kondisi tersebut, lanjur Albert, jika dijaga oleh masyarakat Dusun Meliau, bisa dimanfaatkan sebagai peluang ini untuk menjual ekowisata minat khusus pengamatan orang utan.

Jika masyarakat sudah tahu pola sepanjang tahun itu pohon buah atau pakan orang utan mana yang berbuah,  lokasinya di mana, maka kemungkinan turis untuk melihat orang utan di Peninjau cukup besar, apalagi sekarang sudah dibangun jembatan dari dermaga untuk masuk ke dalam hutan.

 "Atau paling tidak melihat sarang baru," katanya.

Di sana juga terdapat berbagai satwa seperti bekantan, kera ekor panjang, elang bondol, burung enggang, burung raja udang, serta tumbuhan langka seperti kantong semar dan anggrek.

Oleh Fitri Supratiwi
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2017