Menurut warga Desa Ngembalrejo, Kecamatan Bae, Kudus, Supaat di Kudus, Selasa, terjadinya kasus pencemaran air Sungai Dawe sudah lama terjadi, terutama yang melintasi Desa Ngembalrejo.
Bahkan, lanjut dia, kasus tersebut sudah terjadi sejak beberapa tahunan yang lalu, karena pada tujuh tahun yang lalu dirinya juga sempat mengikuti pertemuan mediasi soal kasus pencemaran limbah pabrik tahu tersebut.
Mediasi saat itu, lanjut Supaat yang juga Ketua Rukun Tetangga 2 RW 6 Desa Ngembalrejo, pemilik pabrik tahu yang ada di Desa Karangbener, Kecamatan Bae siap membuat penampungan limbah atau semacam instalasi pengolah air limbah.
Kenyataannya, kata dia, hanya beberapa pabrik tahu, sedangkan pabrik tahu lainnya belum melakukan hal serupa, sehingga pencemaran di aliran Sungai Dawe masih terjadi hingga sekarang.
Akibat pencemaran tersebut, kata dia, selain menimbulkan polusi bau, juga mengakibatkan pencemaran sumur warga yang berada di dekat aliran sungai setempat.
"Air sumur warga menjadi berbau, sehingga warga memilih membeli air isi ulang untuk air minum," ujarnya.
Sebelumnya, kata dia, air sungai setempat masih digunakan sebagian warga untuk mandi dan mencuci serta mencari ikan, kini tidak ada lagi yang memanfaatkan karena airnya berwarna hitam dan berbau.
Ia menduga, pencemaran tidak hanya dialami warga Desa Ngembalrejo, karena aliran sungai tersebut melewati Desa Karangbener, Hadipolo, Golantepus, Mejobo dan Temulus.
"Setiap ada pertemuan di tingkat desa, permasalahan tersebut juga disampaikan. Hanya saja, hingga kini belum juga mendapatkan respons," ujarnya.
Untuk itu, kata dia, warga Desa Ngembalrejo sepakat mengadukan permasalahan tersebut kepada pihak kecamatan serta dinas terkait, terutama Dinas Perumahan Kawasan Permukiman dan Lingkungan Hidup Kudus.
Sementara itu, Pelaksana tugas Kepala Dinas Perumahan Kawasan Permukiman dan Lingkungan Hidup Kudus Abdul Halil mengungkapkan, terkait dugaan pencemaran limbah pabrik tahu di Sungai Dawe memang belum ada laporan dari warga.
"Jika ada laporan resmi, tentu akan kami tindaklanjuti dengan melakukan pengecekan di lapangan," ujarnya.
Apabila laporan tersebut benar, kata dia, akan ditindaklanjuti dengan menjalin komunikasi dengan pihak pemerintah desa terkait langkah-langkah yang ditempuh.
Langkah berikutnya, yakni menggelar rapat koordinasi dengan melibatkan beberapa organisasi perangkat daerah (OPD), seperti Satpol PP, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kudus, pemerintah desa serta kecamatan setempat.
"Pemilik tempat usaha produksi tahu yang diduga membuang limbahnya ke aliran sungai, tentu akan ditanya soal legalitas usahanya apakah sudah mengantongi izin atau belum," ujarnya.
Jika berizin, kata dia, pemerintah tentu akan memfasilitasi agar limbahnya tidak mencemari lingkungan, semisal dengan membantu membuatkan IPAL komunal.
Untuk saat ini, lanjut Halil, instansinya memang tidak ada kegiatan untuk pembangunan IPAL komunal industri tahu.
Hal terpenting, kata dia, semua pemilik usaha produksi tahu memiliki izin usaha serta menjalankan usahanya sesuai aturan, termasuk dalam membuang limbahnya juga tidak boleh asal, melainkan ada pengolahan terlebih dahulu sehingga ketika dibuang ke aliran sungai tidak mencemari lingkungan.
"Pemerintah juga tidak ingin, pemilik industri tahu berhenti gara-gara permasalahan tersebut. Demikian halnya, masyarakat juga jangan sampai terganggu oleh pencemaran limbah," ujarnya.
Pewarta: Akhmad NL
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2017