"Saat ini analisis masih dilakukan untuk menemukan seberapa tua usia hunian masa lalu yang ditemukan," kata Arkelog Marlon Ririmasse di Ambon, Kamis.
Ahli kepurbakalaan itu mengatakan bahwa penelitian di Fordata pada Maret 2017 merupakan aktivitas riset arkeologis yang ketiga kalinya di salah satu pulau terdepan di Maluku tersebut, guna mencari jejak-jejak prasejarah.
Sebelumnya tim peneliti dari Balai Arkeologi Maluku telah melakukan studi penjajakan di Pulau Fordata pada 2014 dan kemudian diikuti dengan riset lanjutan pada 2015.
Penelitian pada 2014 berhasil mendata lebih dari 20 titik pengamatan yang cukup potensial untuk ditindaklanjuti, seperti indikasi situs-situs hunian prasejarah berupa ceruk dan gua, serta pemukiman kuno dari era prakolonial.
Sedikit berbeda dengan dua penelitian sebelumnya, penelitian pada 2017 difokuskan pada survei untuk pendataan titik baru dan ekskavasi arkeologi guna menemukan data kronologi bagi hunian masa lalu.
Hasil riset tersebut menemukan jejak hunian yang diperkirakan berasal dari akhir prasejarah, sebagaimana diwakili oleh penemuan aneka alat batu berukuran sedang dan kecil beserta himpunan fragmen tembikar dalam asosiasi dengan sampah domestik sisa konsumsi, seperti tulang ikan dan kerang.
"Penelitian lanjutan juga masih harus dilakukan di tahun mendatang hingga gambar jelas tentang peradaban masa lalu di Pulau Fordata bisa diungkap," katanya.
Kepala Balai Arkeologi Maluku Muhammad Husni mengatakan dari persfektif arkeologi, aktivitas penelitian kepurbakalaan di Pulau Fordata memiliki nilai strategis karena merupakan salah satu titik terdekat dengan daratan besar Benua Australia sebagai titian dalam proses migrasi manusia di masa lalu.
Selain itu, Fordata merupakan titik penting dalam sejarah budaya Kepulauan Tanimbar yang dikenal dengan profil pusaka yang telah mendunia.
Pewarta: Shariva Alaidrus
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2017