Bedanya sunat anak-anak dan dewasa

15 November 2017 10:31 WIB
Bedanya sunat anak-anak dan dewasa
Sejumlah anak mengikuti arak-arakan menggunakan becak saat sunatan massal di Tegal, Jateng, Rabu (5/3). Sunatan massal yang digelar oleh Forum Guru Swasta tersebut diikuti puluhan anak warga sekitar. (ANTARA FOTO/Oky Lukmansyah)

Jakarta (ANTARA News) - Sekalipun prosedur sunat lebih lazim dilakukan lelaki muslim saat masih anak-anak, namun tak berarti hal ini tak bisa dilakukan saat dewasa, misalnya untuk alasan kesehatan semata, sekalipun dia bukan muslim. 


Lalu, adakah bedanya misalnya dari sisi teknik menyunat? Spesialis bedah saraf dr. Mahdian Nur Nasution, SpBS mengatakan perbedaan salah satunya terletak pada bagian kulit yang dipotong. 


"Penisnya sama, hanya ada kondisi anatomi berbeda, aktif ereksi baik secara spontan atau tidak. Pada saat ereksi, kulit ketarik. Kalau ada luka jaitan, ketarik, berpengaruh pada kesembuhannya. Maka, kami tidak boleh memotong kulit terlalu banyak," kata dia di Jakarta belum lama ini. 


Ereksi bisa melepas benang jahitan. Oleh karena itu, pada dewasa biasanya diterapkan prosedur menggunakan electric couture, bukan dipotong biasa. 


"Benang bisa lepas saat ereksi. Cocoknya pakai electric couture yang dijahit. Pembuluh darah besar-besar, darahnya bisa mancur, makanya tidak bisa pakai gunting," kata Mahdian. 


Sebelum sunat, sama halnya dengan anak-anak, dewasa juga harus mendapatkan anestesi. Bedanya, pada dewasa dilakukan anestesi general, bukannya lokal seperti anak-anak. 


Selain teknik, masa pulih setelah sunat juga berbeda. Pada anak-anak, biasanya bisa pulih setelah tujuh hari. Sementara pada dewasa, baru empat minggu kemudian. 


"Daerah lembap, karena keringat, mandi, basah saat membasuh seusai buang air kecil, ada rambut-rambut sehingga rata-rata penyembuhan 4 minggu pada dewasa," tutur dia. 


Sunat atau sirkumsisi beberapa waktu ini mendapat perhatian karena dari sisi medis bermanfaat antara lain: mengurangi risiko terjadinya infeksi saluran kemih, mengurangi risiko penularan penyakit menular seksual terutama pada laki-laki. 


Selain itu, mencegah terjadinya kanker penis, mengurangi risiko kanker serviks pada perempuan (partner seksual) dan mencegah penularan infeksi HIV dan HPV. 

Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2017