Lebih dari 600.000 warga Muslim Rohingya telah melarikan diri dari Myanmar sejak akhir Agustus lalu. Mereka terpaksa meninggalkan rumah oleh aksi militer yang disebut oleh seorang pejabat PBB sebagai contoh klasik "pembersihan etnis."
Jolie, yang kini menjabat sebagai utusan khusus badan pengungsi PBB (UNHCR), mengatakan kepada seorang delegasi Bangladesh di kota Vancoucer, Kanada, dia akan menengok para perempuan Rohingya yang menjadi korban kekerasan seksual.
"Dalam pidatonya dia menyebut kekerasan seksual yang harus diderita oleh hampir semua perempuan Rohingya yang melarikan diri ke Bangladesh. Dia juga mengecam konflik bersenjata di Myanmar," kata Kementerian Luar Negeri Bangladesh dalam pernyataan tertulis pada Kamis seperti dikutip Reuters.
Kementerian tersebut tidak menerangkan lebih jauh kapan Jolie akan mengunjungi para pengungsi.
Pada Kamis, lembaga pembela hak asasi manusia Human Rights Watch menuding Myanmar telah melakukan pemerkosaan massal terhadap perempuan dan remaja putri sebagai bagian dari operasi pembersihan etnis.
Tudingan serupa juga disampaikan pada pekan ini oleh Pranila Patten, utusan khusus PBB untuk kekerasan seksual dalam konflik. Dia mengatakan bahwa kekerasan seksual di Myanmar adalah operasi "yang dikomando, direncanakan, dan dilakukan oleh Angkatan Bersenjata Myanmar."
Di sisi lain, pihak tentara Myanmar pada Senin menyiarkan laporan yang membantah tudingan pemerkosaan dan pembunuhan oleh angkatan bersenjata. Laporan itu dipublikasikan beberapa hari setelah pemerintah mengganti jenderal yang memimpin operasi di Rakhine.
Pada Rabu di depan anggota parlemen, Perdana Menteri Bangladesh Sheikh Hasina mengatakan bahwa pihaknya bisa mengatasi krisis pengungsi Rohingya dengan bantuan dari komunitas internasional.
"Saya sangat yakin bahwa kami bisa mencapai solusi damai bagi krisis bersejarah ini dengan bantuan komunitas internasional," kata dia.
Sebelum eksodus massal sejak akhir Agustus lalu, Bangladesh sudah menjadi tuan rumah bagi 300.000 pengungsi Rohingya dari Myanmar.
Pewarta: GM Nur Lintang Muhammad
Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2017