"Masyarakat harus melihat bahwa itu semua hanya proses biasa, bukan segala-galanya. Masyarakat juga tidak boleh terpancing karena berita- berita yang mungkin isinya hasutan atau adu domba," kata Hamdan di Jakarta, Kamis.
Ia mengajak masyarakat untuk cerdas dalam menyikapi berita di media konvensional maupun media sosial dengan tidak menelan mentah-mentah setiap berita atau informasi yang diterima.
"Cari sumber-sumber yang resmi, cek dan cek ulang. Kalau kesadaran ini dibangun sejak awal, pasti tidak akan terjadi apa-apa," ujar Hamdan.
Menurut Hamdan, masyarakat harus dididik bahwa Pilkada dan Pilpres adalah proses biasa di alam demokrasi. Rasa saling hormat menghormati dan tenggang rasa antara satu dan yang lain harus terus dikembangkan.
Selanjutnya, harus dihindari tindakan yang bisa menyakiti orang lain, termasuk tidak mengembuskan isu-isu sukuisme, agama, ras, dan lain-lain. Selain itu, perlu juga menghindari berita yang tak terklarifikasi kebenarannya.
"Kesadaran ini perlu terus dibangun di masyarakat karena saat persaingan Pilkada atau Pilpres tinggi maka hoaks dan ujaran kebencian di media sosial sangat tinggi," tuturnya.
Hamdan mengakui setiap pelaksanaan Pilkada atau Pilpres memiliki potensi konflik yang tinggi. Apalagi dengan keberadaan media sosial yang membuat masyarakat bisa mengakses segala hal melalui gawai.
Menurut dia memang ada sebagian orang yang memandang pertarungan politik seolah-olah pertarungan hidup mati, padahal itu hanya mekanisme biasa dalam rangka memilih pemimpin baru dan itu pun ada masa baktinya.
"Artinya, siapa pun yang terpilih masih tetap bisa dikritisi dan diawasi oleh lembaga resmi seperti DPR atau DPRD. Bahkan dalam perjalanannya, masyarakat bisa terus mengontrol sehingga siapa pun yang menjadi pemimpin tidak akan sangat otoriter dalam pemerintahan demokratis seperti sekarang ini," ujarnya.
Ia mengajak masyarakat untuk belajar dari Pilkada DKI Jakarta lalu. Masyarakat terkotak-kotak dengan berbagai isu sensitif, terutama agama. Keadaan serupa harus dihindari karena bisa ditunggangi kelompok radikal teroris untuk melancarkan propaganda dan aksinya.
"Ingat radikalisme dan terorisme masih terus mengancam persatuan dan kesatuan Republik Indonesia. Masyarakat harus waspada dan benar-benar jangan mudah terpancing dengan berbagai macam isu, terutama melalui media sosial dan media," katanya.
Pewarta: Sigit Pinardi
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017