Jakarta (ANTARA News) - Budayawan Emha Ainun Najib dan Gamelan Kyai Kanjeng yang dipimpinnya turut memeriahkan "Malam Kebudayaan Paramadina", di Jakarta, Jumat malam, yang merupakan rangkaian kegiatan menyambut dua dekade usia Universitas Paramadina, Jakarta.
Dalam acara bertema "Revolusi Akal Sehat, Merawat Kewarasan Ruang Publik" itu, Emha tak hanya memberikan wejangan pada keluarga besar universitas yang salah satu pendirinya adalah budayawan dan cendekiawan muslim Nurcholis Madjid (1939-2005). Emha juga menyanyi dan menjadi moderator dalam diskusi bertema mencari arah dan tujuan Universitas Paramadina di masa yang akan datang.
"Indonesia dari hari ke hari dihadapkan pada dua pilihan, bangkit dari keterpurukan dan bencana atau hancur sama sekali," ujarnya memulai dialog dengan penonton yang duduk lesehan di atas karpet merah di areal Taman Peradaban Paramadina, sebuah taman yang melingkupi pendopo universitas.
Cak Nun, panggilan akrab Emha, mengatakan bahwa perjuangan bangsa Indonesia bangkit dari keterpurukan belum maksimal. Dua hal yang seharusnya dilakukan adalah perjuangan dengan doa disertai usaha.
"Sekarang yang terlihat banyak yang menggelar acara doa bersama, dzikir bersama, namun tidak disertai dengan usaha untuk keluar dari keterpurukan, sehingga tujuan sulit tercapai. Demikian sebaliknya usaha dilakukan tanpa berdoa maka sia-sia juga," kata suami dari penyanyi Novia Kolopaking itu.
Sementara itu, Rektor Universitas Paramadina, Anis Basweden, mengatakan bahwa dalam berbagai kegiatan diskusi atau dialog terbuka tentang kondisi Indonesia, seringkali yang muncul adalah masalah yang dihadapi bangsa ini dan pesimisme menatap masa depan.
"Karena itu, dalam memperingati dua puluh tahun Universitas Paramadina, maka sekarang saatnya membangkitkan optimisme itu," katanya.
Universitas Paramadina yang didirikan pada 31 Oktober 1986 ini, menurut Anis, dilandasi semangat dan optimisme untuk menghadirkan manusia yang menghormati keragaman, tradisi, dan apresiasi terhadap kontribusi bagi kemanusiaan sebagai kontribusi bagi peradaban.
"Paramadina akan terus mempertahankan diri sebagai `oase` bagi semua orang, menjadi ruang publik, dan rumah bagi semua golongan dan kelompok, serta tempat harapan akan Indonesia yang lebih baik disemaikan," ujarnya.
Acara yang dimulai pukul 20.00 WIB itu dibuka dengan pergelaran musik Gamelan Kyai Kanjeng, sedangkan Novia Kolopaking yang malam itu mengenakan gaun hitam dan kerudung hijau melantunkan lagu "Apa Ada Angin di Jakarta ?" yang syairnya mengajak warga urban di Jakarta kembali pulang ke desa dan membangun desanya yang lebih indah.
Dalam lagu kedua, Emha mengajak serta salah satu pemain biola terkenal, Idris Sardi dalam kolaborasi bersama Gamelan Kyai Kanjeng membawakan "Sayang Padaku". Sebuah lagu yang bertutur tentang kecintaan seorang hamba kepada Sang Khalik, yang dalam keadaan apa pun (susah dan senang) selalu ikhlas dengan ketentuan-Nya.
"Saya juga mau menyanyi, masa Letto bisa menyanyi bapaknya tidak bisa," ujarnya berseloroh disambut tawa penonton.
Emha yang malam itu mengenakan kemeja putih dan celana panjang hitam tampak sangat antusiasme memandu diskusi yang menghadirkan pembicara dari kalangan rektorat dan mahasiswa.
Dalam setiap ucapannya, penonton dibuat tertawa dengan cerita yang lucu dan satire, tapi di saat yang lain ia juga mengajak untuk merenungkan nasib bangsa ini.
"Semoga universitas ini dapat perperan besar dalam proses pembangunan bangsa Indoensia di masa depan," demikian Cak Nun. (*)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007