Kepala DKSHE Fahutan IPB Dr Nyoto Santoso menjelaskan konservasi adalah sebuah upaya mengelola sumber daya alam supaya tidak habis, dan terjaga utuh sampai generasi yang akan datang.
"Tapi beberapa kasus ternyata belum semua orang memahami konservasi itu. Oleh karena itu konservasi hadir untuk mengerem pembangunan yang tanpa terkendali," katanya.
Nyoto mengatakan perubahan paradigma dalam konservasi seperti ilmu pengetahuan harus tetap diperbaharui, pengelolaan sumber daya alam juga harus diperbaharui. Dan yang perlu diimplementasikan segera bagaimana mengelola sumber daya alam dengan melibatkan masyarakat sebanyak mungkin terutama masyarakat yang pemilik atau berada di sekitar sumber daya tersebut.
"Contoh taman nasional, maka masyarakat sekitar harus dilibatkan dalam kontek bekerja sama, bukan terlibat dalam perambahan hutan. Mereka bekerja sama dengan pengelola taman nasional," katanya.
Demikian pula dengan hutan tanaman industri juga pengelolaannya melibatkan masyarakat, tetapi porsi untuk masyarakat tentunya berbeda dengan porsi yang dimiliki pengelola atau industri. Contoh upaya konservasi yang melibatkan masyarakat ada di Gunung Cermai, dan Gung Pangrango yang keberadaan kawasannya terjaga tanpa terganggu oleh masyarakat.
"Karena kalau masyarakat tidak dilibatkan, mereka akan mengganggu. Tapi jika mereka dilibatkan, ada rasa kepemilikan, sehingga masyarakat akan menjaga kawasan itu dan upaya pelestarian juga terjaga," katanya.
Menurut Nyoto perubahan paradigma dalam konservasi sumber daya alam dan lingkungan ini memiliki efek ganda selain untuk mensejahterakan masyarakat juga untuk pelestarian alam juga terjaga.
Sarasehan ini menghadirkan sejumlah pakar dan pemangku kepentingan yakni Prof Hadi S Alikondra dari Fahutan IPB, Direktur Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Bambang Dahono, Prof Dudung Darusman, Prof Bungaran Saragih, dan Budi Riyanto.
Pakar kehutanan IPB Prof Hadi S Alikodra menyinggung persoalan kerusakan lingkungan yang semakin hari semakin meningkat skalanya dan seiring bertambahnya populasi manusia dan aktivitasnya. Kebakaran hutan, banjir terjadi setiap tahun, pencemaran lingkungan, perambahan hutan, penyeludupan satwa dilindungi sering terjadi.
"Konservasi kehati masa depan harus berani melakukan perubahan dan transformasi manajemen, membongkar cara pandang yang keliru terhadap kehati, kemampuan mengatasi krisis biologi, ekologi, serta memperbaiki kekeliruan manusia memperlakukan dan menghargai alam" katanya.
Menurut Alikodra, bisnis konservasi perlu diperkuat dengan mengimplementasikan faham `ecosophy`, yakni suatu gerakan kearifan lokal merawat bumi.
"Ecosophy merupakan etika bumi baru sebagai keharusan moral bagi tercapainya bisnis konservasi," kata Alikodra.
Pewarta: Laily Rahmawati
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2017