Ketua Bawaslu Abhan mengatakan perilisan Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) Pilkada 2018 merupakan salah satu implementasi tugas pengawasan dan pencegahan melalui pemetaan dan deteksi dini terhadap potensi pelanggaran dan kerawanan selama Pilkada serentak.
"Indeks Kerawanan Pilkada ini diperlukan sebagai early warning system di setiap tahapan di wilayah pilkada. Tujuan IKP dilakukan untuk melakukan pemetaan dan mendeteksi dini dalam menentukan wilayah prioritas, identifikasi karakteristik wilayah pilkada, serta referensi dalam menentukan strategi dan langkah antisipatif pencegahan," kata Abhan dalam Peluncuran IKP di Jakarta, Selasa.
Dalam riset terhadap 171 daerah yang akan menyelenggarakan PIlkada serentak tahun 2018, Bawaslu mengategorikan sebuah provinsi memiliki tingkat kerawanan tinggi jika nilainya mencapai 3,00 hingga 5,00.
Berdasarkan penelitian Bawaslu sejak pertengahan tahun 2017, Provinsi Papua memiliki skor indeks 3,42; Maluku mendapat skor 3,25 dan Kalimantan Barat (Kalbar) memperoleh skor indeks 3,04.
Tingkat kerawanan di Provinsi Papua tinggi antara lain karena dari segi partisipasi, peran serta pemantau pemilu dan perlindungan terhadap hak pilih masih minim.
Di Provinsi Maluku, angka kerawanan pilkada yang tinggi antara lain berkaitan dengan penyelenggaran, khususnya integritas dan profesionalitas penyelenggarannya.
Sementara penyebab tingginya kerawanan pilkada di Provinsi Kalimantan Barat adalah maraknya penggunaan isu suku, ras, agama dan antargolongan (SARA), politik identitas dan politisasi birokrasi dalam pelaksanaan tahapan pilkada.
Bawaslu juga mencatat 14 provinsi lainnya dalam kategori kerawanan tingkat sedang dengan skor 2,00 - 2,99 yang di antaranya meliputi Sumatera Utara (2,86), Sulawesi Tenggara (2,81, Kalimantan Timur (2,76), dan Maluku Utara (2,71).
Selanjutnya ada Provinsi Nusa Tenggara Timur (2,70), Jawa Timur (2,68), Sumatera Selatan (2,55), Nusa Tenggara Barat (2,54), Sulawesi Selatan (2,53), Jawa Barat (2,52), Riau (2,46), Lampung (2,28), Bali (2,19), dan Jawa Tengah (2,15).
Pewarta: Fransiska Ninditya
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2017