Pada Selasa, seorang warga Maninjau, Jondra Putra (36), menuturkan bau menyengat mulai tercium dari Muko-muko Nagari Kotomalintang sampai ke Bayur. "Kondisi ini terjadi semenjak Minggu (3/12) sampai hari ini," katanya.
Bau tidak sedap itu, menurut dia, merebak karena pembudidaya di Danau Maninjau membuang bangkai ikan ke danau. Ia berharap selanjutnya pembudidaya ikan mengumpulkan bangkai ikan dan menguburnya di tempat yang jauh dari pemukiman warga.
"Dengan cara itu, kondisi udara tidak akan tercemar dan wisatawan akan betah berada di danau tersebut," katanya.
Pembudidaya ikan keramba jaring apung, Tami (63), mengatakan dia membuang ikan yang sudah mati ke danau karena tidak punya tempat dan tenaga untuk mengubur ikan.
"Ini kendala kami sehingga ikan di buang ke dalam danau, beberapa hari ke depan daging ikan sudah habis terurai," katanya.
Wali Nagari Kotomalintang Nazirudin mengimbau pembudidaya ikan mengubur bangkai ikan atau menjadikannya sebagai makanan lele supaya tidak mencemari lingkungan.
"Imbauan ini sering kita sampaikan kepada pembudidaya saat pertemuan," katanya.
Secara terpisah, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Agam Hamdi mengatakan pemerintah tidak bisa menggunakan Undang-undang No 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan penggelolaan lingkungan hidup untuk menindak pembudidaya yang mencemari danau karena mereka tidak memiliki izin.
"Apabila mereka memiliki izin dari pemerintah, maka izin usaha mereka akan kita cabut karena telah mencemari lingkungan," katanya.
Hingga 100 ton ikan nila yang dibudidayakan di Danau Maninjau semenjak Senin (27/11) mati akibat angin kencang disertai curah hujan tinggi melanda daerah itu semenjak Minggu (26/11). Kematian ikan-ikan itu mencemari danau.
"Kita telah melarang pembudidaya melakukan aktifitas di danau untuk beberapa tahun ke depan," kata Hamdi.
Pewarta: Altas Maulana
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2017