Jakarta (ANTARA News) - Para pakar menyebut alasan politik dan faktor psikologis telah mendorong Presiden Amerika Serikat Donald Trump mendadak menyatakan bahwa negaranya mengakui Yerusalem ibu kota Israel.
Laman lembaga penyiaran Jerman, Deutsche Welle, mengajukan salah satu dari dua alasan yang mendasari Trump tiba-tiba mengeluarkan kebijakan yang dikecam oleh seisi dunia tersebut, termasuk sekutu-sekutu terdekat AS.
Alasan yang paling mengejutkan adalah tindakan Trump ini murni ditujukan untuk konsumsi politik dalam negeri AS, khususnya dalam kaitannya dengan Pemilu Sela tahun depan.
Rasionalnya adalah keputusan Trump menyangkut Yerusalem itu adalah hanya untuk menarik perhatian kaum Kristen evangelis di dalam negeri AS, demi memenangkan Pemilu Sela itu.
Bagi Martin Indyk, mantan utusan khusus AS untuk negosiasi damai Israel-Palestina dan mantan duta besar AS untuk Israel, menyatakan alasan keputusan Trump ini benar-benar karena pertimbangan politik dalam negeri yang sangat mudah untuk dijelaskan.
"Keputusan itu adalah ajakan kepada basis pemilih Kristen evangalisnya, sederhana sekali," kata Indyk yang kini menjadi wakil presiden Brookings Institution.
Steven Spiegel, direktur Pusat Studi Timur Tengah pada Universitas California, Los Angeles (UCLA), menyebut keputusan Trump itu untuk menarik perhatian pemilih konservatif Kristen dan Yahudi. Selama kampanye Pilpres tahun lalu Trump sudah berjanji mengakui Yerusalem ibu kota Israel kepada dua komunitas yang menjadi basis pendukung dia.
Dengan mendekati lagi basis pemilihnya, Trump berusaha mencegah Partai Republik kalah pada Pemilu Sela tahun depan sehingga parlemen tetap dikuasai Republik. Jika Demokrat menguasai parlemen pasca-Pemilu sela tahun depan, maka posisi Trump menjadi sangat berbahaya.
Pewarta: -
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2017