"Prancis tetap yakin bahwa satu-satunya penyelesaian ... ialah mengizinkan berdirinya dua negara yang hidup berdampingan dalam perdamaian dan ini dapat muncul melalui perundingan," kata Macron.
"Saya mengatakan kepada dia (Netanyahu) agar memberi kesempatan kepada perdamaian, dan melakukan langkah ke arah Palestina. Perdamaian tidak tergantung atas Amerika Serikat saja dan juga bukan atas Prancis. Itu tergantung atas kemampuan para pemimpin Israel dan Palestina untuk melakukannya," ia menambahkan, sebagaimana dikutip Xinhua --yang dipantau Antara di Jakarta, Senin malam.
Di dalam taklimat bersama dengan pejabat senior Israel tersebut, Presiden Prancis itu menyampaikan perlunya bahwa Tel Aviv membekukan permukiman Yahudi untuk mengirim pesan keyakinan kepada rakyat Palestina dalam upaya melanjutkan pembicaraan dan "menembus kebuntuan saat ini".
Ketika berbicara mengenai gagasan AS untuk mengakui Jerusalem sebagai Ibu Kota Israel, Macron kembali menyatakan bahwa itu bertolak-belakang dengan hukum internasional dan berbahaya buat perdamaian.
"Saya tidak setuju dengan pengumum (Presiden AS Donald) Trump sebab itu tidak sejalan dengan hukum internasional. Saya memutuskan untuk tidak sejalan dengan perspektif ini," kata Macron.
Pada gilirannya, Netanyahu mengatakan, "(Pembicaraan) perdamaian akan maju jika Palestina `mengakui kenyataan Jerusalem sebagai Ibu Kota Israel`."
"Yang paling penting mengenai perdamaian ialah pertama semua mengakui bahwa pihak lain memiliki hak untuk ada ... Jika Presiden Pemerintah Otonomi Palestina Mahmoud Abbas menginginkan perdamaian, maka ia datang dan duduk dan berunding dengan Israel," ia menambahkan.
Perundingan perdamaian langsung terakhir, yang diperantarai AS, berhentik pada April 2014, sebab kedua kubu yang bertikai gagal datang dengan hasil nyata akibat perbedaan mengenai masalah utama seperti permukiman, keamanan, perbatasan dan pengakuan atas Negara Palestina.
(Uu.C003)
Pewarta: LKBN Antara
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017