"Aplikasi ini merupakan program/aplikasi berbasis Android yang berisi daftar produk OT yang dinyatakan berbahaya melalui peringatan publik BPOM RI. Aplikasi ini akan memudahkan masyarakat dalam memilih produk OT yang aman untuk mereka konsumsi," kata Kepala BPOM Penny Lukito.
Menurut dia, aplikasi itu menjadi terobosan untuk menurunkan permintaan masyarakat terhadap OT mengandung bahan kimia obat (BKO) dan kosmetika mengandung bahan berbahaya.
Dia mengatakan selama periode Desember 2016 hingga November 2017, BPOM RI menemukan 39 OT mengandung BKO, 28 di antaranya tidak memiliki izin edar BPOM atau ilegal.
BKO yang teridentifikasi dalam produk OT tersebut, kata dia, didominasi oleh Sildenafil dan turunannya yang berisiko dapat menimbulkan efek kehilangan penglihatan dan pendengaran, stroke, serangan jantung hingga kematian. BKO lainnya yang juga ditemukan adalah pereda nyeri seperti Fenibutazon.
"Sebagai langkah tindak lanjut, kami telah menarik OT mengandung BKO tersebut dari peredaran dan memusnahkannya. Pada tahun 2017, pemusnahan telah dilakukan terhadap OT yang tidak memenuhi persyaratan senilai Rp23,9 miliar. Pembatalan nomor izin edar juga dilakukan terhadap OT yang sebelumnya telah memiliki izin edar BPOM namun teridentifikasi mengandung BKO setelah beredar," katanya.
Penny mengatakan selama 2017, BPOM mengungkap 49 perkara tindak pidana OT tanpa izin edar dan/atau mengandung BKO dan telah diproses secara pro-justitia. Untuk tindak pidana di bidang kosmetika, 47 perkara kosmetika tanpa notifikasi dan delapan perkara kosmetika mengandung bahan berbahaya telah ditindaklanjuti secara pro-justitia.
Pewarta: Anom Prihantoro
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2017