"Dari Pak Menko Maritim (Luhut), beliau melihat jangan pikir tiga, empat tahun ke depan saja, tapi 20 tahun ke depan. Jawa itu nanti ibaratnya akan jadi satu kota yang berat ke depannya, jadi butuh transportasi yang modern," katanya di Stasiun Gambir, Jakarta, Selasa (12/12).
Atmadji menuturkan, pemerintah akan mengumumkan hasil studi kelayakan mengenai proyek tersebut yang dilakukan oleh Badan Kerja Sama Internasional Jepang (JICA) dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) pada Maret mendatang.
Namun, sebelum mengambil keputusan, pemerintah akan melakukan konsultasi dengan pihak ketiga, yakni Korea Selatan.
"Pak Menko minggu depan akan ke Korea untuk minta bantuan konsultasi ke mereka. Mereka juga ada `expertise` meski tidak setenar Jepang atau negara lainnya. Karena mereka juga ada kereta cepat," katanya.
Berdasarkan hasil studi kelayakan sementara, ada empat opsi yang kemungkinan akan dipilih pemerintah untuk proyek kereta Jakarta-Surabaya. Salah satu pertimbangan utama adalah modernisasi kereta api dengan menggunakan "standard gauge" (lebar jalur kereta api standar/lebar sepur sempit) dari yang saat ini "narrow gauge" (lebar sepur sempit).
Opsi pertama adalah meng-upgrade jalur eksisting dengan "narrow gauge" dengan rincian biaya mencapai Rp57 triliun tanpa membangun "flyover". Kecepatan kereta bisa mencapai 129 km/jam dengan waktu tempuh sekitar 5,5 jam.
Opsi kedua, yakni dengan tetap menggunakan jalur eksisting dengan "single track narrow gauge" dengan kecepatan 129 km/jam dan waktu tempuh 5,5 jam namun investasinya naik menjadi Rp88,1 triliun tanpa "flyover".
Opsi ketiga, yakni menggunakan jalur eksisting dengan "single track standard gauge" yang membutuhkan investasi Rp92,2 triliun namun dapat meningkatkan kecepatan kereta hingga menjadi 151 km/jam sehingga waktu tempuh dapat dikurangi jadi 4,7 jam.
Opsi terakhir, yakni menggunakan "standard gauge double track" yang membutuhkan investasi hingga Rp153 triliun tanpa "flyover" dengan kereta berkecepatan 190 km/jam sehingga waktu tempuh hanya 3,5 jam.
Ditegaskan Atmadji, hingga saat ini belum ada keputusan atas kajian yang dilakukan BPPT dan JICA.
"Kalau Pak Luhut mau ke depan yang paling modern. Angkanya besar tapi biaya kan bisa sampai 50 tahun digantinya," ungkapnya.
Ia menambahkan, proyek tersebut diharapkan bisa segera terlaksana sebelum masa kerja Presiden Jokowi berakhir 2019.
"Pak Presiden sih inginnya sebelum masanya habis 2019 sudah peletakan batu pertama atau `groundbreaking`. Kita kejar, semoga bisa," tuturnya.
Pewarta: Ade irma Junida
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017