Perserikatan Bangsa-Bangsa/PBB, New York (ANTARA News) - Israel melanjutkan pembangunan permukiman Yahudi di wilayah Palestina yang diduduki selama 2017, melanggar resolusi Dewan Keamanan PBB yang disahkan hampir setahun lalu, kata Nikolay Mladenov, Koordinator Khusus PBB untuk Proses Perdamaian Timur Tengah.
Semakin banyak rumah secara signifikan semakin maju dan disetujui pada 2017, kata Mladenov pada Senin (18/12) kepada Dewan Keamanan (DK) PBB.
Di Area C Tepi Barat Sungai Yordan, jumlah rumah yang dimajukan dan disetujui lebih dari dua kali lipat dari 3.000 pada 2016 menjadi hampir 7.000 pada 2017. Di Yerusalem Timur, peningkatannya serupa, dari 1.600 pada 2016 menjadi sekitar 3.100 pada 2017.
Kegiatan itu melanggar Resolusi 2334 Dewan Keamanan, yang menuntut Israel "segera dan sepenuhnya menghentikan semua kegiatan permukiman di wilayah pendudukan Palestina, termasuk di Yerusalem Timur".
Tak ada tindakan semacam itu yang dilakukan selama periode pelaporan 20 September sampai 18 Desember, kata Mladenov, yang memberi keterangan kepada Dewan Keamanan mengenai pelaksanaan resolusi tersebut.
"Biar saya tegaskan kembali bahwa PBB menganggap semua kegiatan permukiman tidak sah berdasarkan hukum internasional dan penghalang utama bagi perdamaian," katanya.
Tahun 2017 juga telah menyaksikan inisiatif mengkhawatirkan badan legislatif, kehakiman dan administratif yang bertujuan mengubah kebijakan lama Israel mengenai status hukum Tepi Barat dan penggunaan lahan pribadi rakyat Palestina, katanya.
"Kegiatan yang berkaitan dengan permukiman merusak peluang bagi berdirinya negara Palestina yang layak dan berdampingan sebagai bagian dari penyelesaian dua-negara," kata Mladenov sebagaimana dikutip Xinhua.
Ia juga mengamati kekerasan berlanjut terhadap warga sipil dan hasutan yang mengekalkan kecurigaan dan kekhawatiran timbal-balik.
Sejak pengesahan Resolusi 2334 pada 23 Desember 2016, telah terjadi pengurangan mencolok jumlah serangan kekerasan. Pada 2017, ada 109 penembakan, penikaman, penabrakan, dan pengeboman yang dilancarkan dibandingkan dengan 223 serangan serupa pada 2016.
Korban jiwanya, 72 warga Palestina dan 15 orang Israel tewas tahun ini, dibandingkan dengan, masing-masing, 109 dan 13 pada 2016.
Namun sejak 6 Desember, setelah keputusan Presiden Amerika Serikat Donald Trump untuk mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel, situasi telah menjadi lebih tegang dengan meningkatnya peristiwa, terutama penembakan roket dari Jalur Gaza dan bentrokan antara orang Palestina dan pasukan keamanan Israel, kata Mladenov.(Uu.C003)
Pewarta: -
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2017