Semarang (ANTARA News) - Universitas Negeri Semarang (Unnes) mendorong pengembangan batik dengan pewarna alami dengan mendampingi kelompok perajin batik baru yang mulai bertumbuh di Kampung Malon, Gunungpati, Semarang, Jawa Tengah.Selama ini masyarakat kan sudah mengenal Kampung Batik di daerah Bubakan."
"Di Kampung Malon ada beberapa kelompok perajin batik," kata Kepala Pusat Kependudukan dan Lingkungan Hidup Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat (LP2M) Unnes Dr Nana Kariada di Semarang.
Selain dua kelompok Batik Zie dan Batik Salma yang sudah dikenal luas oleh masyarakat, menurut dia, ada empat kelompok yang mulai tumbuh, yakni Batik Citra, Batik Kristal, Batik Delima, dan Batik Manggis.
Pendampingan dan pembinaan terhadap empat kelompok perajin batik di Kampung Malon itu dilakukan Unnes bersama PT Indonesia Power, didukung Pemerintah Kota Semarang yang menjadikannya sebagai desa binaan.
"Selama ini masyarakat kan sudah mengenal Kampung Batik di daerah Bubakan. Namun, di situ lebih ke penjualan. Kalau di Kampung Malon, kami inginnya, ya bikinnya di situ, jualnya juga di situ," katanya.
Artinya, dikemukakan Nana, produk batik, khususnya dengan pewarna alami bisa menjadi produk khas Kampung Malon yang diandalkan untuk menggaet wisatawan, apalagi selama ini sudah mulai banyak wisatawan yang berkunjung.
Berbagai bagian tanaman, diakuinya, bisa dijadikan sebagai bahan pewarna alami batik, seperti tanaman bakau (mangrove), tanaman jenis indigofera, kemudian buah jelawe (terminalia jewelica sp.).
"Diberikan pula bantuan berbagai alat untuk membatik, seperti meja batik, ender, kompor, dan cap batik. Ini juga bagian dari program CSR PT Indonesia Power," katanya.
Dari PT Indonesia Power, menurut dia, mendanai kegiatan dari dana tanggung jawab sosial perusahaan (CSR), sedangkan pelaksanaan pelatihan dan pendampingan kelompok dilakukan oleh LP2M Unnes sehingga perajin batik Kampung Malon bisa mandiri dan semakin berkembang.
Diharapkannya, pemberian bantuan peralatan dan pelatihan itu bisa semakin meningkatkan kapasitas produksi batik perajin kecil, apalagi kelompok yang lebih besar layaknya Batik Zie dan Batik Salma turut mendukung.
"Dari Batik Zie ikut melatih para perajin ini. Batik Salma juga. Mereka sangat mendukung sehingga kami berharap dengan partisipasi semua pihak ini Kampung Malon bisa betul-betul menjadi kampung batik," katanya.
Sementara itu, Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat (LP2M) Unnes Prof Dr Totok Sumaryanto Florentinus (FBS) Unnes mengatakan kegiatan itu sebagai bagian dari tridharma perguruan tinggi.
Pendampingan dan pelatihan, dinyatakannya, sudah dimulai sejak Oktober 2017, dan pertengahan Desember 2017 juga dilakukan pelatihan diikuti 20 perajin, dan pendampingan terhadap mereka akan terus berlanjut.
"Kami akan terus memberikan pendampingan kepada mereka. Kalau sebelumnya pelatihan lebih ke teknis, ke depan kami terus latih, sampai pemasarannya, kemudian mengenalkan juga produk-produk batik Kampung Malon," katanya.
Namun, ia menambahkan bahwa produk batik yang dikembangkan kelompok-kelompok perajin batik di Kampung Malon tetap mengusung konsep natural dengan menggunakan pewarna alami yang ramah lingkungan.
Pewarta: Zuhdiar Laeis
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2017