"Kami sudah berkoordinasi dengan jaksa untuk menerapkan hukuman yang berat, karena sudah banyak korban," kata Kapolresta Tangerang Kombes Pol Sabilul Alif di Tangerang, Senin.
Sabilul mengatakan penerapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No. 1 tahun 2016 dengan tindakan kebiri kimia atau pemasangan alat deteksi kepada pelaku.
Masalah tersebut terkait orang tua korban melaporkan Ws kepada petugas Polsek Rajeg karena telah melakukan tindakan kekerasan seksual berupa sodomi terhadap puluhan anak.
Petugas kemudian bergerak cepat dan melakukan pendalaman kasus, kemudian diketahui korban mencapai 25 anak yang telah disodomi.
Pelaku melakukan aksi di sebuah pondok di belakang kebun sejak Oktober 2017 dengan alasan untuk menerapkan ilmu kebal kepada anak.
Korban yang telah mengalami kekerasan seksual tersebut berumur 10 hingga 17 tahun dan laporan awal jumlahnya mencapai 25 anak.
Namun belakangan jumlah tersebut bertambah menjadi 41 anak karena petugas Polsek Rajeg dan Polresta Tangerang membuka posko pengaduan korban Ws.
Sabilul mengatakan selain menjerat kebiri kimia kepada pelaku, petugas juga menerapkan pasal 82 UU No. 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dengan hukuman maksimal 15 tahun penjara.
Dia mengatakan telah memeriksa kejiwaan pelaku dan dinyatakan positif sehat dan waras sehingga perlu diajukan ke meja hijau.
"Dalam pemeriksaan medis, tidak ditemukan gangguan kejiwaan, maka proses hukum terus dilanjutkan," kata mantan Kapolres Jember, Jawa Timur itu.
Sementara itu, Kepala Seksi Perlindungan Perempuan dan Anak, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Pemkab Tangerang, Siti Zahro mengatakan berupaya memberikan pendampingan terhadap korban.
Pihaknya bersama relawan berupaya untuk mengawasi, memantau dan menerima laporan bila ada korban lain atas tindakan Ws.
Meski begitu, pihaknya berharap agar pelaku diberikan hukuman berat, hal tersebut sesuai harapan publik dan keinginan orang tua korban.
Pewarta: Adityawarman(TGR)
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2018