"Soal esai merupakan bagian dari proses pembelajaran, tapi kemampuan nalar untuk menganalisis maupun menyelesaikan persoalan ada pada proses pembelajaran, bukan pada ujian," ujar Abduhzen di Jakarta, Kamis.
Menurut dia, upaya untuk meningkatkan daya nalar siswa akan jadi sia-sia jika hanya dikasih soal berbentuk esai pada saat ujian. Namun ketika proses pembelajaran tidak menerapkan sistem berpikir tingkat tinggi.
"Jika pembelajaran represif, anak tidak diberi kesempatan dialogis. Maka apa yang kita inginkan, yakni anak yang memiliki daya nalar tinggi tidak akan tercapai," katanya.
Idealnya, proses pembelajaran yang mengedepankan daya nalar tinggi dikombinasikan dengan ujian yang berbentuk esai. Abduhzen sendiri menilai proses pembelajaran yang mengedepankan kemampuan berpikir tingkat tinggi belum terlaksana di sekolah.
Sampai saat ini, kata Abduhzen, belum ada kebijakan besar dari pemerintah untuk mengelola pendidikan yang mengedepankan daya nalar tinggi. Padahal UU Sistem Pendidikan Nasional mengamanatkan agar sekolah sudah menerapkan proses pembelajran yang mengedepankan kemampuan berpikir tingkat tinggi.
"Nanti kita akan lihat bagaimana hasil USBN ini dan akan dievaluasi. Tapi yang pasti, jangan hanya menerapkannya pada akhirnya saja," ucap dia.
Kepala Balitbang Kemendikbud Totok Suprayitno mengatakan 10 persen soal Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN) adalah esai.
"Jadi dalam USBN soalnya kombinasi, ada pilihan ganda sebanyak 90 persen dan uraian 10 persen. Jadi kalau soalnya 40, maka 36 soal pilihan ganda dan empat uraian," kata Totok.
Pewarta: Indriani
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2018