Surabaya (ANTARA News) - Dosen Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) merancang alat TB-Analyzer yang dapat menghitung jumlah bakteri tuberkulosis secara akurat sehingga memangkas waktu yang dibutuhkan untuk mendiagnosis.
Dr I Ketut Eddy Purnama menjelaskan selama ini diagnosis tuberkulosis masih dilakukan secara manual sehingga membutuhkan waktu berjam-jam.
"Dokter dan perawat masih menggunakan mata dengan menghitung adanya bakteri tahan asam (BTA) pada dahak penderita yang diletakkan di atas citra mikroskopik," kata dosen Departemen Teknik Komputer Fakultas Teknologi Elektro ITS itu di Surabaya, Sabtu.
Metode penghitungan semacam itu, menurut dia, seringkali tidak akurat karena area pemeriksaan yang sangat luas tidak memungkinkan penghitungan jumlah bakteri secara teliti.
"Bayangkan ada 100 area, lalu kita memindahkannya satu-satu dengan tangan. Pasti nanti akan ada yang terlewat, entah karena lalai atau lelah," kata Kepala Laboratorium Sinyal Digital ITS itu.
Masalah itu mendorong Ketut mengajak Dr Ir Arman Hakim Nasution dari Departemen Manajemen Bisnis, serta Dr Supeno Mardi Susiki Nugroho dan Arief Kurniawan ST MT dari Departemen Teknik Komputer untuk melakukan penelitian tiga tahun lebih yang menghasilkan alat penghitung bakteri tuberkulosis yang dinamai TB-Analyzer: Smart System to Count Tubercolosis Bacterial on a Sputum Smear Automatically.
Alat tersebut merupakan perpaduan antara aplikasi perangkat keras dan perangkat lunak untuk analisis citra mikroskopik, yang meliputi komputer jinjing yang terhubung ke mikroskop digital serta aplikasi yang mampu menginstruksikan pergerakan motor dan mendapatkan fokus pada bakteri guna mendapat puluhan gambar yang tidak tumpang tindih.
I Ketut Eddy Purnama, yang merupakan lulusan University of Groningen di Belanda, menjelaskan penggunaan alat itu diawali dengan pemeriksaan pasien menggunakan X-Ray untuk menentukan apa pasien terpapar tuberkulosis atau tidak.
Kalau pasien diketahui terpapar tuberculosis, maka dahaknya akan diambil dan ditaruh di preparat dahak, kemudian dikeringkan dan dibakar untuk melelehkan bakteri berbentuk batang dengan lapisan lilin.
Setelah pembakaran selesai, preparat diberi warna menggunakan Ziehl Neelsen lalu didinginkan dan diletakkan kembali di mikroskop digital. Nantinya, bakteri akan secara otomatis muncul di layar komputer.
Ketut, yang memimpin tim peneliti, menuturkan bahwa TB-Analyzer memiliki kemampuan akurat dalam menghitung ratusan gambar bakteri serta mampu menghitungnya dalam berbagai macam skala gambar.
Sekarang dia bersama timnya masih menyempurnakan TB-Analyzer. "Kita masih akan menyempurnakan bagian mekaniknya terlebih dahulu. Setelahnya, produk ini akan mulai dipasarkan dengan menggandeng rumah sakit milik pemerintah maupun swasta, klinik, serta laboratorium penelitian," ujarnya.
Pewarta: Indra Setiawan
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2018