"Penertiban KILB itu untuk mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap barang-barang dari Malaysia untuk merangsang pertumbuhan ekonomi masyarakat perbatasan," kata Kepala Bea Cukai Nanga Badau, I Putu Alit Ari Sudarsono, melalui pesan singkatnya kepada Antara, Selasa.
Menurut Putu, selama ini produk Malaysia meresahkan dan membuat produk dalam negeri susah bersaing.
Karena, kata Putu, dengan banyaknya produk Malaysia masuk ke perbatasan justru merugikan Indonesia.
"Kita tidak melarang penggunaan KILB itu, namun yang ingin kita tertibkan agar penggunaannya tepat sasaran dan tidak dimanfaatkan kelompok tertentu," jelas Putu.
Selain itu, setiap pelintas yang melalui PLB harus menunjukkan kepemilikan KILB dan mentaati peraturan yang berlaku.
Menurut Putu, pada hari pertama pemberlakuan KILB pelintas cukup menurun. "Tetapi yang kami apresiasi setiap pelintas menunjukan KILB, itu menunjukan komitmen warga perbatasan dalam taat terhadap aturan dan mendukung program pemerintah".
Ia menjelaskan penertiban dan pemberlakukan Kartu Identitas Lintas Batas sejak 15 Januari 2018 itu juga sejalan dengan program Nawacita Presiden Joko Widodo yang keenam yaitu membangun Indonesia dari perbatasan.
Sebelum diberlakukannya KILB itu, pihak Bea Cukai sudah melakukan sosialisasi kepada masyarakat, termasuk kepada tokoh dan sejumlah pihak terkait seperti kepolisian, Imigrasi termasuk pemerintah daerah setempat.
Pewarta: Teofilusianto Timotius
Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2018