Pertempuran antarmilisi yang meletus di wilayah pusat Kasai Kongo pada 2016 telah menyebabkan 3,2 juta orang kekurangan makanan, kata tiga badan utama PBB dalam sebuah pernyataan bersama.
Hanya satu dari delapan orang yang membutuhkan makanan yang mendapat bantuan bulan lalu di tengah kekurangan dana, menurut badan badan bantuan.
"Ada tanda-tanda bahwa donor mulai merespons, namun sumber daya sangat tidak memadai mengingat skala penderitaan manusia," kata Claude Jibidar, direktur negara untuk Program Pangan Dunia (WFP).
PBB meminta para donor menyediakan dana sebesar 1,7 miliar dolar AS untuk Kongo tahun ini, permohonan dana terbesar ketiga setelah Suriah dan Yaman. Dari permintaan bantuan sebesar 812 juta dolar pada tahun 2017, hanya sekitar setengahnya yang didanai.
"Pemerintah Kongo dan masyarakat internasional harus kembali terlibat di semua bidang untuk mencegah bencana kelaparan hebat di Kasai," kata Jibidar dalam sebuah pernyataan. "Jika langkah itu tida bisa dilakukan, secara cepat dan kolektif, berarti banyak orang akan mati."
Lebih dari 3.000 orang tewas dan setidaknya 1,7 juta orang terpaksa meninggalkan rumah mereka di Kasai sejak pemberontakan oleh milisi Kamuina Nsapu muncul. Kelompok itu menginginkan pasukan militer mundur dari wilayah tersebut.
Konflik telah membuat petani keluar dari tanah mereka dan mengganggu tiga musim tanam berturut-turut. Keadaan itu membuat orang-orang di daerah yang sangat bergantung pada pertanian tersebut menjadi kekurangan pasokan makanan, menurut Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO).
"Pertanian adalah satu-satunya cara untuk menjadi produktif lagi," kata perwakilan FAO Alexis Bonte.
"Bukan hanya menghasilkan makanan dan pendapatan untuk keluarga, tapi juga memulihkan harapan, martabat dan kemandirian."
Anak-anak di Kasai adalah kelompok yang paling terpukul oleh pertempuran tersebut, dengan 400.000 orang berusia lima tahun atau kurang menderita gizi buruk yang parah, kata Tajudeen Oyewale dari badan PBB urusan anak-anak (UNICEF).
"Mereka kemungkinan akan meninggal kecuali jika segera mendapat bantuan kesehatan, air, sanitasi dan nutrisi, "katanya.
Kekerasan etnis di Kongo, negara terbesar kedua di Afrika, telah menyebar dan memburuk sejak Desember 2016 ketika Presiden Joseph Kabila menolak untuk mengundurkan diri pada akhir mandatnya.
Pewarta: GNC Aryani
Editor: Gilang Galiartha
Copyright © ANTARA 2018