Camat Banjit Taufik Hidayatno di Waykanan, Kamis mengatakan, sebanyak 1.884 rumah tangga di 19 kampung dan satu kelurahan di kecamatan belum memiliki jamban.
"Memang betul di sini hampir 1.884 rumah warga yang belum memiliki jamban," kata dia.
Sebagai aparatur pemerintah, pihaknya terus melakukan sosialisasi agar hidup sehat karena masih banyaknya masyarakat yang belum memiliki jamban layak. Hal ini merupakan pekerjaan rumah yang harus diselesaikan pada tahun 2018.
Taufik menyebutkan, untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya memiliki Jamban yaitu akan melakukan sosialisasi dan imbauan kepada masyarakat dan mengupayakan ada dana stimulan untuk membantu masyarakat agar dapat memiliki jamban serta bergotong-royong dalam membuat jamban warga.
"Kami akan lakukan imbauan kepada masyarakat karena salah satu untuk hidup sehat adalah memiliki jamban yang layak," kata dia.
Dari data UPT Puskesmas Banjit, yaitu terdapat 6.124 jamban tipe leher angsa, 418 jamban cemplung tertutup, 1.471 jamban cemplung terbuka.
Dari 1.884 warga yang belum memiliki jamban, setengahnya merupakan keluarga mampu, sedangkan sisanya keluarga miskin atau kurang mampu.
Banyak faktor yang membuat masyarakat enggan membuat jamban, yaitu salah satunya jarak rumah dengan sungai/irigasi sangat dekat. Ini yang membuat masyarakat lebih memilih membuang air besar ke sungai daripada membuat jamban.
"Mulai saat ini kita harus memulai hidup sehat, karena sehat itu sangat penting bagi kita semua," katanya
Dia mengharapkan semua pihak bisa mendukung untuk bisa mewujudkan daerah yang bersih dan tidak tercemar penyakit dengan cara tidak buang air besar sembarangan.
Ia pun berharap Pemerintah Kabupaten Waykanan untuk bisa segera meluncurkan program jambanisasi untuk Kecamatan Banjit dan dapat dilaksanakan pada tahun 2018.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Waykanan, Farida Aryani mengatakan, perilaku buang air besar (BAB) sembarangan masih terjadi di Indonesia.
Di sejumlah daerah, masyarakat masih BAB sembarangan di kali atau sungai. Data Joint Monitoring Program WHO/UNICEF 2014 lalu, sebanyak 55 juta penduduk di Indonesia masih berperilaku BAB sembarangan. Merekapun biasa mandi dan mencuci pakaian di sungai yang sama.
Akibatnya, mereka rentan terkena penyakit diare. Selain diare, balita mudah terserang pneumonia dari pencemaran tinja melalui udara.
Ia menjelaskan, dampak penyakit yang paling sering terjadi akibat buang air besar sembarangan ke sungai adalah Escherichia coli. Itu merupakan penyakit yang membuat orang terkena diare. Setelah itu bisa menjadi dehidrasi, lalu karena kondisi tubuh turun maka masuklah penyakit-penyakit lain.
"Untuk menekan angka kematian akibat diare ini, semua pihak harus sadar dan bersegera membuat sanitasi termasuk toilet yang sehat. Hal ini selaras dengan kegiatan yang dicanangkan pemerintah dalam bentuk jambanisasi," kata dia.
Program jambanisasi diyakini akan membuat anak-anak bisa tumbuh sehat dan memiliki pola hidup bersih. Namun untuk menjalankan komitmen ini butuh peran serta masyarakat dan banyak pihak terkait agar semua cita-cita menurunkan angka kematian cepat terwujud.
Semua orang harus memiliki jalan pikiran sama menghilangkan budaya BAB sembarangan.
Bupati Waykanan Raden Adipati Surya mengatakan, sejak tahun 2017 Pemerintah Kabupaten telah melakukan program jambanisasi bagi seluruh masyarakat miskin/kurang mampu yang belum memiliki jamban.
Program jambanisasi berjumlah 3.500 unit yang secara merata akan dibagikan ke seluruh Kabupaten Waykanan.
"Kita ada program jambanisasi, jadi masyarakat yang belum memiliki jamban akan di berikan secara cuman-cuma," kata dia.
Adipati mengharapkan bantuan seluruh pihak seperti camat, kepala kampung dan lurah untuk bisa bekerjasama dan memberikan pengertian kepada warga yang belum memiliki jamban untuk segera membuat, karena dengan buang air besar sembarangan dapat menyebabkan penyakit.
Pewarta: Triono Subagyo & Emir
Editor: Gilang Galiartha
Copyright © ANTARA 2018