"Saat ini dunia masih diwarnai dengan adanya empat isu aktual keamanan serius yang perlu mendapatkan perhatian kita bersama," kata dia, dalam siaran persnya diterima di Jakarta, Jumat.
Ryacudu, saat menyampaikan pembicara kunci pada Dialog Raisina, India, Kamis (18/1), mengatakan, empat isu krusial itu adalah krisis Semenanjung Korea, perkembangan Laut Cina Selatan, perjanjian trilateral pengamanan Laut Sulu dari potensi ancaman ISIS, serta perkembangan krisis Rohingnya.
Mengenai isu ketegangan di Semenanjung Korea, dia mengajak semua pihak untuk tidak terprovokasi dengan situasi yang justru dapat memicu eskalasi konflik.
"Marilah kita bersama-sama mengajak PBB untuk dapat mengambil langkah-langkah produktif untuk dapat lebih menekan Korea Utara agar dapat lebih menghormati hukum dan norma serta tatanan internasional," kata mantan kepala Staf TNI AD ini.
Di sisi lain, lanjut dia, situasi ketegangan Laut Cina Selatan yang sudah cenderung mereda dan membaik perlu terus dipelihara. Indonesia juga memandang untuk mengapresiasi niat baik Tiongkok yang sudah membuka diri dan berkeinginan untuk bekerja sama dalam memperkuat arsitektur keamanan kawasan.
"Ancaman yang sangat nyata pada saat ini dan memerlukan perhatian dan tindakan bersama yang serius adalah ancaman bahaya terorisme dan radikalisme," tuturnya.
Ancaman terorisme dan radikalisme merupakan ancaman yang bersifat lintas negara dan memiliki jaringan serta kegiatan yang tersebar dan tertutup. Sehingga, dalam penanganannya sangat memerlukan penanganan kolektif dan tindakan bersama-sama melalui kolaborasi kapabilitas dan interaksi antar negara yang intensif, konstruktif dan konkrit.
Di kawasan Asia Tenggara, Filipina Selatan telah dijadikan sebagai salah satu basis kekuatan ISIS yang ikut memicu aksi-aksi teror lain di kawasan Asia Tenggara.
Kelompok itu terus berencana untuk membangun Daulah lslamiyyah Katibah Nusantara yang merupakan aliansi dari Divisi Islamic State Asia Timur dibawah kendali struktur ISIS Pusat yang dipimpin oleh Abu Bakr al-Baghdadi yang berbasis di Syria dan Irak.
"Guna mengatasi potensi ancaman terorisme dan radikalisme ini maka Indonesia bersama negara lainnya yaitu Filipina dan Malaysia telah mengambil langkah-langkah kerja sama yang konkrit melalui pembentukan Platform kerja sama Trilateral di Laut Sulu yang diisi dengan kegiatan patroli bersama," ucap dia.
Selain itu, masalah lain yang tidak luput dari perhatian adalah krisis Rohingnya di Rakhine State, Myanmar. Saat ini sangat diperlukan langkah konkrit dan penanganan bersama di kawasan yang tepat sasaran.
"Karena bila tidak ditangani dengan baik dan benar, para pengungsi yang rapuh ini dapat direkrut oleh kelompok ISIS untuk memperkuat jaringannya," ucap dia.
Untuk lebih memperkuat sistem pengawasan dan deteksi dini terhadap potensi berkembangnya ancaman ISIS di kawasan, Kementerian Pertahanan sudah mengeluarkan satu inisiatif pijakan kerja sama baru, yakni konsep kerja sama pertukaran intelijen strategis bernama Our Eyes.
Konsep tersebut hampir mirip dengan konsep Five Eyes negara barat yang melibatkan unsur kerja sama pertahanan/militer dan jaringan Intelijen secara terintegrasi. Konsep itu adalah murni kerjasama untuk mengatasi ancaman terorisme dan radikalisme di kawasan tanpa ada agenda politik di dalamnya.
"Konsep ini telah didukung secara aklamasi oleh para Menhan ASEAN serta beberapa negara mitra seperti Amerika Serikat, Australia, Rusia dan Jepang menyatakan keinginannya untuk bergabung," kata dia.
Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2018