Peusahaan Prodia dalam keterangan tertulisnya diterima di Jakarta, Sabtu, mengatakan tes mutasi ini memberikan informasi akurat bagi dokter untuk memilih jenis obat yang tepat bagi pasien kanker paru.
Sehingga harapannya inovasi ini mampu meningkatkan angka harapan hidup penderita kanker paru, lanjutnya. Cara ini sekaligus menjadi konsep pengelolaan kesehatan berbasis individu yang diterapkan pihaknya.
Product Manager Prodia Trilis Yulianti mengatakan pasien dengan hasil deteksi positif adanya mutasi EGFR akan memberikan respon terhadap obat dengan target Tirosin Kinase Inhibitor (TKI). Sedangkan yang tidak ada mutasi EGFR maka pasien adenokarsinoma paru akan diberi obat jenis lain oleh dokter.
Saat ini, menurut dia, obat EGFR-TKI yang ada di Indonesia masih tergolong mahal dengan estimasi harga obat yang cukup mahal sekitar belasan juta rupiah per pemakaian sehingga jika pasien diterapi dengan obat ini tanpa mengetahui status mutasinya maka akan merugikan secara finansial, karena pasien tanpa mutasi EGFR yang diberikan EGFR-TKI tidak dapat merespon secara optimal obat tersebut.
Penyakit kanker merupakan salah satu penyebab kematian yang paling utama di dunia. Berdasarkan studi Global Burden of Disease Cancer Collaboration pada 2015 terdapat 17,5 juta kasus kanker di dunia yang menyebabkan 8,7 juta kematian, sedangkan prevalensi penyakit kanker nasional pada penduduk semua umur di Indonesia tahun 2013 sebesar 1,4 persen atau sekitar 340.000 orang.
Salah satu jenis kanker dengan jumlah penderita paling banyak adalah kanker paru dan World Health Organization (WHO) memperkirakan pada 2025 jumlah penderita kanker paru akan naik hingga 78 persen. Sementara di Indonesia angka kematian akibat penyakit ini adalah 20,5 per 100.000 orang.
Angka pasien penderita kanker paru tercatat di RSUP Persahabatan Jakarta mengalami lonjakan hingga lima kali lipat dalam 15 tahun terakhir, yaitu dari 273 jiwa pada 2000 menjadi 1.355 jiwa pada 2014.
Pewarta: Virna Puspa S
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018