"Kalau pemimpin perguruan tinggi tidak melakukan perubahan, kita akan tertinggal. Kita sudah terbiasa berpikir, tetapi saat ini jangan berpikir seperti biasa," kata Nasir saat memberikan kuliah umum di STIKOM Bali, Denpasar, Jumat.
Nasir mengatakan suatu negara tidak akan memiliki keunggulan meskipun memiliki sumber daya manusia dan sumber daya alam yang banyak bila tidak mampu berinovasi. Inovasi yang dimaksud harus bisa dikomersialisasikan.
Menurut Nasir, revolusi industri dan disrupsi teknologi membawa pengaruh yang besar bagi perekonomian. Situasi dunia usaha saat ini mengalami perubahan dalam waktu cepat.
"Ke depan akan banyak pekerjaan-pekerjaan yang biasa dilakukan di Indonesia tiba-tiba menghilang. Namun, akan muncul pekerjaan-pekerjaan baru yang sebelumnya tidak dikenal," tuturnya.
Nasir mencontohkan layanan pelanggan melalui telepon. Dia menceritakan sebuah ilustrasi seseorang yang menelepon sebuah perusahaan di pagi hari dan diterima oleh seorang perempuan bersuara merdu.
Orang itu takjub dengan perusahaan itu, kemudian mencoba menelepon kembali pada siang, sore dan malam hari. Hasilnya sama, dia diterima oleh seorang gadis bersuara merdu.
Akhirnya orang tersebut datang ke perusahaan itu dan memuji karyawan yang bekerja di bagian "call center". Ternyata perusahaan itu tidak memiliki karyawan di bagian "call center" karena sudah menggunakan teknologi kecerdasan buatan.
"Jangan-jangan, teknologi kecerdasan buatan lebih cerdas daripada manusia," ujarnya.
Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Prof Mohamad Nasir memberikan kuliah umum di STIKOM Bali dengan tema "Membangun Start Up Menuju Revolusi Industri" sekaligus meresmikan Inkubator Bisnis di kampus tersebut.
Prof Nasir memberikan pujian kepada para mahasiswa yang telah memulai usaha baru atau "start up" berbasis teknologi.
Pewarta: Dewanto Samodro
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2018