"Nanti jika ada masalah sama pekerja migran, misalnya seperti calo atau apapun bisa lapor ke layanan satu atap ini," kata Hanif saat membuka Jambore Keluarga Migran Indonesia 2018 di Yogyakarta, Minggu.
Menurut Hanif, layanan terpadu satu atap (LTSA) di tiap daerah, baik itu di tingkat kabupaten atau kota, sampai provinsi. Ia menilai, pusat layanan tersebut untuk mengurus pekerja migran dari mulai proses perizinannya sampai pelaporan ketika ada yang mengalami masalah.
Hingga saat ini, Hanif menilai permasalahan menyangkut buruh migran di luar negeri masih terbilang kecil. Dari sembilan juta pekerja migran Indonesia di luar negeri, hanya tiga persen yang mengalami masalah.
"Namun bukan berarti pemerintah tak mengupayakan apa-apa untuk menanganinya. Pemerintah tetap menanganinya dengan baik," kata dia.
Hanif mengatakan selama ini setiap ada permasalahan pada buruh migran biasanya harus lapor ke Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) di Jakarta. Selain itu, pengurusan perizinan bekerja di luar negeri, hingga paspor masih harus mengurus di kantor yang berbeda.
Direktur Eksekutif Migrant Care,?Wahyu Susilo mengungkapkan, pemerintah beberapa kali mendapati dan menangkap penyalur TKI yang bermasalah. Kendati telah ditangkap, temuan kasus-kasus di lapangan tersebut banyak yang mangkrak.
Wahyu mendorong upaya penegakan hukum yang jelas atas temuan-temuan itu karena sejumlah kasus itu telah masuk dalam kategori pidana.
"Tapi lebih banyak diselesaikan dengan mediasi. Kalau aduan penipuan, praktik perdagangan manusia saya kira harus dilanjutkan penegakan hukum agar ada efek jera," kata dia.
Pewarta: Luqman Hakim
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2018