Sekretaris Desa Bedoyo Supanto di Gunung Kidul, Selasa, mengatakan diameter tanah ambles tersebut berkisar paling kecil dua meter dan yang paling besar mencapai 10 meter.
Amblesnya tanah tersebut menurut pihak pemerintah desa dikarenakan di bawah tanah tersebut terdapat rongga yang merupakan jalur air atau sering disebut warga dengan luweng.
"Tanah yang berada di atas luweng tersebut diduga tidak kuat lagi menampung debit air tersebut hingga airnya tergerus lantas ambles," katanya.
Dia mengakui di desa tersebut juga sering terjadi tanah ambles. Meski begitu, hingga kini pemerintah desa belum melaporkan kejadian tersebut ke BPBD Gunung Kidul karena dianggap hal tersebut belum merupakan prioritas utama karena masih berada di lahan persawahan.
"Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, pemerintah desa meminta kepada warga untuk tidak melakukan banyak aktifitas di pinggir lubang karena dapat membahayakan keselamatan," katanya.
Ia mengatakan berdasarkan data dan laporan yang masuk, tanah ambles terjadi di Dusun Pringluwang dua titik, Surubendo satu titik dan di Bulak Songjembul satu titik.
"Total ada empat titik yang mengalami amblesan di desa kami," ucapnya.
Salah satu warga Desa Bedoyo, Kecamatan Ponjong Suyatmi mengatakan dirinya hanya bisa pasrah dengan amblesnya lahan sawahnya. Lahan pertanian miliknya tiba - tiba saja ambles dan membentuk sebuah lingkaran besar. Lingkaran tersebut berdiameter mencapai 10 meter dengan kedalaman mencapai 5 meter.
Suyatmi mengaku, kejadian amblesnya tanah tersebut terjadi pada malam hari. Saat itu hujan deras yang terjadi di Kabupaten Gunung Kidul mengakibatkan tanah amblas mencapai 5 meter. Diameter tanah amblas tersebut semakin lama semakin membesar seiring hujan yang terjadi di Gunung Kidul dan hingga kini mencapai dua kali lipat dari ukuran semula.
"Semakin lebar, saya takut juga saat disini di sekitar lubang," katanya.
Pewarta: Sutarmi
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2018