"Negara-negara berkembang menjadi target, selain Indonesia juga Filipina sangat rentan. Kasusnya cukup tinggi dan ini cukup mengkhawatirkan," kata Edi pada Dialog Antarsektoral tentang Respon Nasional Terintegrasi untuk Mengakhiri Eksploitasi dan Pelecehan Seksual Anak secara "Online" di ASEAN yang dilaksanakan di Jakarta, Rabu.
Dia mengatakan, cukup banyak kasus yang terjadi di Indonesia mulai dari eksploitasi hingga mengarah kepada penjualan anak untuk para pedofil sampai pada perdagangan anak.
"Ini sudah lintas regional, saya menerima laporan dari Direktur Anak betapa kasus-kasus ini tidak hanya di dalam negeri tapi mereka korban perdagangan lintas kawasan," tambah dia.
Edi menjelaskan, laporan yang diterima Telepon Layanan Sosial Anak (Tepsa) menunjukkan angka kekerasan seksual semakin meningkat dari tahun ke tahun. Pada 2015 tercatat 15 kasus, 2016 naik signifikan menjadi 254 kasus dan meningkat menjadi 398 kasus pada 2017.
Bahkan hasil penelitian yang dilakukan Kementerian Sosial pada 2017 menunjukkan bahwa kekerasan seksual anak 41 persen terjadi karena terpapar pornografi.
Karena itu perlu diambil langkah strategis antara lain melakukan pemblokiran situs-situs yang mengandung unsur pornografi.
"Menurut saya yang paling penting juga adalah imunisasi sosial. Memperkuat ketahanan anak-anak bagaimana memanfaatkan internet seccara baik, bijak dan sesuai usianya," kata dia.
Semua itu menurut dia harus dimulai dari keluarga, sekolah, teman sebaya dan lingkungan.
Serta menggandeng negara-negara ASEAN untuk melakukan kerja sama menanggulangi dari kejahatan siber.
Pewarta: Desi Purnamawati
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2018