Ketua umum Gaikindo, Yohannes Nangoi, mengatakan harmonisasi itu bukan berarti menurunkan pajak kendaraan pada seluruh model, melainkan menyesuaikan tarif pajak pada setiap segmen kendaraan sehingga tercipta pertumbuhan pada beberapa model, terutama sedan, yang penjualannya terus menurun karena pajaknya yang tinggi.
"Harapan kami, kami tahu pemerintah memerlukan pemasukan dari pajak kendaraan. Tapi lebih diharmonisasi, agar semua segmen tumbuh. Tidak seperti sekarang dengan sedan yang terus mengecil," kata Yohannes Nangoi kepada wartawan beberapa waktu lalu.
"Harmonisasi tarif, ada tarif yang turun ada yang naik, tapi harapannya bisa menaikkan pemasukan pemerintah dan pertumbuhan market," katanya.
Nangoi mengatakan pabrikan mobil di Indonesia tidak banyak yang memproduksi sedan karena pajak yang dibebankan mencapai 30 persen, sedangkan pasar mobil penumpang serbaguna (MPV) berkembang karena pajaknya hanya 10 persen.
Padahal, menurut dia, permintaan sedan untuk pasar dunia masih tinggi, selain model SUV yang terus bertumbuh, sehingga harmonisasi pajak akan membuat sedan dan segmen lainnya menjadi berkembang di Indonesia dan membuka peluang ekspor.
"Permintaan dunia untuk sedan itu ada. Kalau diharmonisasi, ada pemasukan untuk pemerintah, industri bisa bertumbuh. Kami juga inginkan menggenjot ekspor," katanya.
Berdasarkan data Gaikindo, total penjualan wholesales mobil (pabrik ke diler) sepanjang 2017 mencapai 1,079 juta unit. Namun sedan hanya terjual sekira 9 ribu unit atau mengalami penurunan besar 34 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Ketua I Gaikindo, Jongkie D Sugiarto, mengatakan sedan bisa kembali diminati pasar nasional asalkan memiliki harga jual yang kompetitif dan tidak dibebani pajak yang besar seperti mobil Low MPV yang dijual di kisaran harga Rp200 jutaan.
"Daya beli masyarakat Indonesia masih Rp200 jutaan," katanya. "Jika harga sedan terjangkau, orang yang merasa belum memerlukan MPV, akan memilih sedan."
Pewarta: Alviansyah Pasaribu
Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2018