Ada beberapa armada feri yang dikelola PT (Persero) Angkutan Sungai Danau dan Penyeberangan (ASDP) Indonesia Ferry Cabang Kupang, untuk melayani tujuh lintasan penyeberangan di Nusa Tenggara Timur, seperti Kupang-Rote (40 mil), Kupang-Larantuka (120 mil) serta Kupang-Kalabahi (137 mil).
Selain itu, ada pula lintasan penyeberangan Kupang-Waingapu (220 mil), Kupang-Lewoleba (120 mil), Kupang-Aimere (189 mil), dan Kupang-Ende (100 mil). Hampir semua lintasan penyeberangan di NTT adalah lintasan penyeberangan jauh sehingga membutuhkan kapal feri yang berbobot besar di atas 1.000 ton.
Secara mudah, kira-kira sebesar kapal-kapal feri yang mundar-mandir di Pelabuhan Merak (Banten)-Pelabuhan Bakauheni (Lampung).
Armada-armada kapal feri yang beroperasi di NTT saat ini, umumnya berbobot antara 500-600 ton sehingga tak mampu mengarungi lintasan penyeberangan jauh jika kondisi di wilayah perairan sedang memburuk, seperti yang terjadi pada pengujung Januari 2018.
Keadaan cuaca saat itu hingga memasuki Februari 2018 di wilayah NTT amat sangat buruk. Angin puting beliung menghajar ratusan rumah di Flores Timur dan Ende serta ikut memperburuk keadaan gelombang laut yang tak sanggup dilalui kapal feri.
Hempasan gelombang laut di pengujung Januari 2018 itu ikut merobohkan pelabuhan feri Namo di wilayah Kecamatan Raijua, Kabupaten Sabu Raijua, Nusa Tenggara Timur.
"Pada Selasa malam itu (30/1), hujan turun dengan derasnya disertai angin kencang melanda hampir seluruh wilayah Pulau Sabu dan Raijua. Kami hanya mendengar kabar bahwa sebagian badan pelabuhan feri Namo di Raijua rubuh karena tak sanggup menahan gempuran gelombang laut saat itu," kata Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sabu Raijua, Pither Mara Rohi.
Kondisi saat itu, membuat aktivitas pelayaran di seluruh wilayah perairan Nusa Tenggara Timur tertutup total. Kapal-kapal milik PT ASDP Indonesia Ferry Cabang Kupang juga menutup semua lintasan penyeberangannya.
Armada-armada kapal feri yang beroperasi di NTT saat ini, umumnya berbobot antara 500-600 ton sehingga tak mampu mengarungi lintasan penyeberangan jauh jika kondisi di wilayah perairan sedang memburuk, seperti yang terjadi pada pengujung Januari 2018.
Keadaan cuaca saat itu hingga memasuki Februari 2018 di wilayah NTT amat sangat buruk. Angin puting beliung menghajar ratusan rumah di Flores Timur dan Ende serta ikut memperburuk keadaan gelombang laut yang tak sanggup dilalui kapal feri.
Hempasan gelombang laut di pengujung Januari 2018 itu ikut merobohkan pelabuhan feri Namo di wilayah Kecamatan Raijua, Kabupaten Sabu Raijua, Nusa Tenggara Timur.
"Pada Selasa malam itu (30/1), hujan turun dengan derasnya disertai angin kencang melanda hampir seluruh wilayah Pulau Sabu dan Raijua. Kami hanya mendengar kabar bahwa sebagian badan pelabuhan feri Namo di Raijua rubuh karena tak sanggup menahan gempuran gelombang laut saat itu," kata Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sabu Raijua, Pither Mara Rohi.
Kondisi saat itu, membuat aktivitas pelayaran di seluruh wilayah perairan Nusa Tenggara Timur tertutup total. Kapal-kapal milik PT ASDP Indonesia Ferry Cabang Kupang juga menutup semua lintasan penyeberangannya.
Akibatnya, puluhan truk pengangkut sembako harus parkir di pelabuhan Bolok Kupang hingga sepekan.
Menurut Kepala Seksi Observasi dan Informasi BMKG El Tari Kupang, Ota Thalo, cuaca buruk yang terjadi di wilayah NTT saat itu, akibat ada palung tekanan rendah yang sedang tumbuh di Australia pada kisaran 1.000 hectopascal sehingga memicu terjadinya cuaca buruk di wilayah dataran rendah NTT.
Wilayah NTT akan terus diguyur hujan dengan intensitas ringan, sedang hingga deras, sebagai dampak dari tumbuhnya palung tekanan rendah di utara Australia itu. Kondisi tersebut kemudian menciptakan masa udara (awan konvergensi) di atas NTT yang ikut memperburuk keadaan cuaca di wilayah perairan setempat.
Tinggi gelombang di wilayah perairan Nusa Tenggara Timur saat itu mencapai sekitar 7,0 meter, sehingga sangat berbahaya bagi keselamatan pelayaran serta kapal-kapal feri dan kapal nelayan yang sedang beroperasi.
Mencermati kondisi tersebut, Ketua Komisi V DPR, Fahry Djemi Francis, mengatakan, NTT sebagai daerah kepulauan membutuhkan kapal penyeberangan feri bertonase 1.000 ton atau lebih untuk mendukung kelancaran aktivitas pelayaran di daerah saat cuaca buruk.
Dengan kapal feri bertonase besar di atas 1.000 ton, dia yakin bahwa penyeberangan di daerah itu tidak terhambat saat dihadapkan pada kondisi cuaca tidak bersahabat.
Politisi Partai Gerindra dari Daerah Pemilihan NTT-2 itu mengakui, saat cuaca buruk, armada kapal feri yang dimiliki PT (Persero) ASDP Indonesia Ferry Cabang Kupang saat ini menjadi tidak bermanfaat. Kondisi ini kemudian menyulitkan masyarakat untuk bepergian dengan feri.
Kapal feri merupakan moda transportasi yang diandalkan untuk provinsi bercirikan kepulauan itu dalam melayani penumpang maupun angkutan barang yang didistribusikan dari suatu daerah ke daerah lainnya. Namun, sayangnya ketika cuaca buruk tiba, semua armada yang ada harus dilabuhkan.
"Kami akan terus mendorong Kementerian Perhubungan agar pengadaan kapal-kapal feri untuk NTT sebaiknya berkapastias minimal 1.000 ton," katanya.
Dengan asumsi, kapal-kapal bertonase besar masih bisa memungkinkan melaut ketika kondisi gelombang hanya berkisar antara 3-4 meter.
Sebagai pimpinan komisi yang bermitra dengan Kementerian Perhubungan, Francis tampaknya bisa merayu mitranya untuk mengadakan kapal feri yang bertonase besar untuk NTT, namun keberadaan feri tersebut harus didukung dengan kapasitas pelabuhan yang memadai untuk disinggahi.
Apapun alasannya, NTT tampaknya membutuhkan kapal feri bertonase besar agar warga bisa bepergian saat menghadapi cuaca buruk.
Kami akan terus mendorong agar pengadaan armada kapal feri untuk NTT di masa mendatang diprioritaskan bertonase besar untuk mendukung aktivitas penyeberangan antarpulau di provinsi dengan luas wilayah laut mencapai 200.000 kilometer persegi itu, katanya.
Saat ini, kapal-kapal feri sudah mulai kembali beroperasi setelah BMKG Kupang mengumumkan keadaan normal. "Kondisi saat ini memang sudah normal, namun cuaca ekstrem masih berpotensi terjadi di wilayah NTT sepanjang Februari 2018. Kami memberikan peringatan kepada kapal-kapal feri untuk waspada," ujar Thalo.
Manajer Operasi PT (Persero) ASDP Indonesia Ferry Cabang Kupang, Didi Yuliansyah, mengakui, pihaknya sudah membuka kembali semua lintasan penyeberangan di NTT, namun para nahkoda kapal sudah diingatkan untuk tetap waspada.
Jika terjadi perubahan cuaca dan gelombang laut tidak memungkinkan, maka nakhoda tidak boleh memaksakan diri untuk melanjutkan pelayaran, tetapi mengambil keputusan untuk kembali ke pelabuhan terdekat atau pelabuhan asal.
Memang, keadaan cuaca ektrem sulit dibaca, sehingga pihak BMKG El Tari Kupang selalu memberi peringatan kepada kapal-kapal penumpang, serta kapal-kapal nelayan dan jasa angkutan laut lainnya untuk tetap waspada. BPBD serta Badan SAR Nasional Kupang juga diingatkan untuk tetap dalam posisi siaga untuk mengendalikan situasi lebih awal, jika bencana sudah datang menghampiri.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) NTT, Tini Thadeus, juga mengakui, selama bencana angin puting-beliung, banjir dan tanah longsor yang sempat melanda sebagian wilayah provinsi kepulauan ini, sudah tercatat sedikitnya 10 orang meninggal dunia akibat bencana alam tersebut.
Korban yang meninggal dunia itu, menurut catatan BPBD NTT, terjadi pada Januari 2018, yang menyebar di berbagai daerah seperti, tiga orang di Kabupaten Manggarai Barat dan dua orang lainnya di Kabupaten Manggarai, Pulau Flores, menyusul tiga orang di Kabupaten Kupang, serta Timor Tengah Utara dan Belu di Pulau Timor, masing-masing satu orang.
Korban yang meninggal dunia tersebut, antara lain karena hanyut terbawa banjir, tertimbun tanah longsor, serta tertimpa pohon dan lain-lain. Ada juga warga yang mengungsi karena wilayah pemukiman mereka terendam banjir, seperti yang dialami 101 warga Kabupaten Timor Tengah Selatan dan Sumba Timur.
Sebagai manusia, Thadeus prihatin melihat korban bencana alam tersebut, namun ia bersyukur karena pihaknya telah menyalurkan bantuan logistik ke berbagai daerah sejak Oktober 2017, sehingga memudahkan pihak BPBD di tingkat kabupaten/kota untuk mendistribusikan kepada korban yang membutuhkan.
Strategi BPBD NTT menyalurkan bantuan di bulan Oktober 2017 itu, karena melihat situasi gelombang laut masih aman bagi pelayaran feri untuk bisa mengangkut semua bala bantaun tersebut menuju daerah tujuan.
Melihat berbagai kendala yang dihadapi tersebut, tampaknya kebutuhan kapal feri bertonase besar untuk melayani masyarakat yang terpencar di berbagai wilayah kepulauan ini sudah menjadi sebuah keharusan agar mereka tidak lagi merasa sulit saat bepergian di saat cuaca buruk.
Menurut Kepala Seksi Observasi dan Informasi BMKG El Tari Kupang, Ota Thalo, cuaca buruk yang terjadi di wilayah NTT saat itu, akibat ada palung tekanan rendah yang sedang tumbuh di Australia pada kisaran 1.000 hectopascal sehingga memicu terjadinya cuaca buruk di wilayah dataran rendah NTT.
Wilayah NTT akan terus diguyur hujan dengan intensitas ringan, sedang hingga deras, sebagai dampak dari tumbuhnya palung tekanan rendah di utara Australia itu. Kondisi tersebut kemudian menciptakan masa udara (awan konvergensi) di atas NTT yang ikut memperburuk keadaan cuaca di wilayah perairan setempat.
Tinggi gelombang di wilayah perairan Nusa Tenggara Timur saat itu mencapai sekitar 7,0 meter, sehingga sangat berbahaya bagi keselamatan pelayaran serta kapal-kapal feri dan kapal nelayan yang sedang beroperasi.
Mencermati kondisi tersebut, Ketua Komisi V DPR, Fahry Djemi Francis, mengatakan, NTT sebagai daerah kepulauan membutuhkan kapal penyeberangan feri bertonase 1.000 ton atau lebih untuk mendukung kelancaran aktivitas pelayaran di daerah saat cuaca buruk.
Dengan kapal feri bertonase besar di atas 1.000 ton, dia yakin bahwa penyeberangan di daerah itu tidak terhambat saat dihadapkan pada kondisi cuaca tidak bersahabat.
Politisi Partai Gerindra dari Daerah Pemilihan NTT-2 itu mengakui, saat cuaca buruk, armada kapal feri yang dimiliki PT (Persero) ASDP Indonesia Ferry Cabang Kupang saat ini menjadi tidak bermanfaat. Kondisi ini kemudian menyulitkan masyarakat untuk bepergian dengan feri.
Kapal feri merupakan moda transportasi yang diandalkan untuk provinsi bercirikan kepulauan itu dalam melayani penumpang maupun angkutan barang yang didistribusikan dari suatu daerah ke daerah lainnya. Namun, sayangnya ketika cuaca buruk tiba, semua armada yang ada harus dilabuhkan.
"Kami akan terus mendorong Kementerian Perhubungan agar pengadaan kapal-kapal feri untuk NTT sebaiknya berkapastias minimal 1.000 ton," katanya.
Dengan asumsi, kapal-kapal bertonase besar masih bisa memungkinkan melaut ketika kondisi gelombang hanya berkisar antara 3-4 meter.
Sebagai pimpinan komisi yang bermitra dengan Kementerian Perhubungan, Francis tampaknya bisa merayu mitranya untuk mengadakan kapal feri yang bertonase besar untuk NTT, namun keberadaan feri tersebut harus didukung dengan kapasitas pelabuhan yang memadai untuk disinggahi.
Apapun alasannya, NTT tampaknya membutuhkan kapal feri bertonase besar agar warga bisa bepergian saat menghadapi cuaca buruk.
Kami akan terus mendorong agar pengadaan armada kapal feri untuk NTT di masa mendatang diprioritaskan bertonase besar untuk mendukung aktivitas penyeberangan antarpulau di provinsi dengan luas wilayah laut mencapai 200.000 kilometer persegi itu, katanya.
Saat ini, kapal-kapal feri sudah mulai kembali beroperasi setelah BMKG Kupang mengumumkan keadaan normal. "Kondisi saat ini memang sudah normal, namun cuaca ekstrem masih berpotensi terjadi di wilayah NTT sepanjang Februari 2018. Kami memberikan peringatan kepada kapal-kapal feri untuk waspada," ujar Thalo.
Manajer Operasi PT (Persero) ASDP Indonesia Ferry Cabang Kupang, Didi Yuliansyah, mengakui, pihaknya sudah membuka kembali semua lintasan penyeberangan di NTT, namun para nahkoda kapal sudah diingatkan untuk tetap waspada.
Jika terjadi perubahan cuaca dan gelombang laut tidak memungkinkan, maka nakhoda tidak boleh memaksakan diri untuk melanjutkan pelayaran, tetapi mengambil keputusan untuk kembali ke pelabuhan terdekat atau pelabuhan asal.
Memang, keadaan cuaca ektrem sulit dibaca, sehingga pihak BMKG El Tari Kupang selalu memberi peringatan kepada kapal-kapal penumpang, serta kapal-kapal nelayan dan jasa angkutan laut lainnya untuk tetap waspada. BPBD serta Badan SAR Nasional Kupang juga diingatkan untuk tetap dalam posisi siaga untuk mengendalikan situasi lebih awal, jika bencana sudah datang menghampiri.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) NTT, Tini Thadeus, juga mengakui, selama bencana angin puting-beliung, banjir dan tanah longsor yang sempat melanda sebagian wilayah provinsi kepulauan ini, sudah tercatat sedikitnya 10 orang meninggal dunia akibat bencana alam tersebut.
Korban yang meninggal dunia itu, menurut catatan BPBD NTT, terjadi pada Januari 2018, yang menyebar di berbagai daerah seperti, tiga orang di Kabupaten Manggarai Barat dan dua orang lainnya di Kabupaten Manggarai, Pulau Flores, menyusul tiga orang di Kabupaten Kupang, serta Timor Tengah Utara dan Belu di Pulau Timor, masing-masing satu orang.
Korban yang meninggal dunia tersebut, antara lain karena hanyut terbawa banjir, tertimbun tanah longsor, serta tertimpa pohon dan lain-lain. Ada juga warga yang mengungsi karena wilayah pemukiman mereka terendam banjir, seperti yang dialami 101 warga Kabupaten Timor Tengah Selatan dan Sumba Timur.
Sebagai manusia, Thadeus prihatin melihat korban bencana alam tersebut, namun ia bersyukur karena pihaknya telah menyalurkan bantuan logistik ke berbagai daerah sejak Oktober 2017, sehingga memudahkan pihak BPBD di tingkat kabupaten/kota untuk mendistribusikan kepada korban yang membutuhkan.
Strategi BPBD NTT menyalurkan bantuan di bulan Oktober 2017 itu, karena melihat situasi gelombang laut masih aman bagi pelayaran feri untuk bisa mengangkut semua bala bantaun tersebut menuju daerah tujuan.
Melihat berbagai kendala yang dihadapi tersebut, tampaknya kebutuhan kapal feri bertonase besar untuk melayani masyarakat yang terpencar di berbagai wilayah kepulauan ini sudah menjadi sebuah keharusan agar mereka tidak lagi merasa sulit saat bepergian di saat cuaca buruk.
Pewarta: Laurensius Molan
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2018