• Beranda
  • Berita
  • Irak butuh 88 miliar dolar AS untuk rekonstruksi

Irak butuh 88 miliar dolar AS untuk rekonstruksi

12 Februari 2018 17:23 WIB
Irak butuh 88 miliar dolar AS untuk rekonstruksi
Arsip Foto. Warga pengungsi Irak berjalan melewati gedung hancur dalam perang antara Pasukan Penanggulangan Terorisme Irak dan militan ISIS di barat Mosul, Irak, Minggu (23/4/2017). (REUTERS/Marko Djurica)
Kuwait City (ANTARA News) - Irak membutuhkan 88,2 miliar dolar AS (sekitar Rp1,20 kuadriliun) untuk pembangunan kembali setelah perang bertahun-tahun melawan kelompok ISIS, kata Menteri Perencanaan Salman al-Jumaili, Senin, dalam konferensi internasional mengenai rekonstruksi negara itu yang diadakan di Kuwait.

Irak berharap dapat menggalang komitmen pendanaan miliaran dolar AS dalam pertemuan tiga hari tersebut, saat negara itu sedang bangkit dari kekalahan dan balik melawan ISIS.

Baghdad mengumumkan kemenangan atas ISIS pada Desember, setelah hampir tiga tahun berperang melawan kelompok ekstremis yang menghancurkan sebagian besar wilayah Irak dan memaksa jutaan orang mengungsi.

Perkiraan kebutuhan dana 88,2 miliar dolar AS tersebut dibuat berdasarkan studi penilaian yang dilakukan pakar Irak dan internasional menurut al Jumaili.

Qusai Abdelfattah, direktur jenderal di Kementerian Perencanaan, mengatakan 22 miliar dolar AS (sekitar Rp300,2 triliun) dari total dana itu dibutuhkan segera dan sisanya untuk jangka menengah.

"Kami telah memulai beberapa program rekonstruksi di daerah-daerah yang terkena dampak perang," kata Mustafa al-Hiti, kepala pendanaan rekonstruksi untuk daerah yang terdampak pertempuran melawan ISIS.

"Namun, yang kami capai kurang dari satu persen dari kebutuhan Irak," kata Hiti sebagaimana dikutip AFP.

Dia mengatakan bahwa dana sangat dibutuhkan untuk "memperbaiki layanan dasar dan infrastruktur" di banyak provinsi.

"Kami punya 138.000 lebih rumah rusak, dan separuh lebih dari jumlah ini sepenuhnya hancur," kata Hiti, menambahkan bahwa lebih dari 2,5 juta warga Irak masih mengungsi.

Sejak 1980an, Irak yang kaya minyak dilanda perang dan sanksi ekonomi internasional.(mr)


Pewarta: -
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2018