Satu sisi larangan membakar lahan solusi tepat mencegah terjadinya kabut asap namun di sisi lain membuat petani yang di pedalaman provinsi ini kesulitan membersihkan lahannya, kata Sugianto usai membuka Seminar Nasional Penanggulangan Karhutla dan Bencana Kabut Asap di Kalimantan tahun 2018, di Palangka Raya, Kamis.
"Ya, tentu kita harus memberi solusi ke masyarakat. Jangan selalu melarang membakar lahan tapi tidak ada solusinya. Tentu inikan kita harus melihat kondisinya, bagaimana agar tidak menyulitkan petani," tambahnya.
Hanya, menurut dia, apabila terjadi kemarau basah, untuk petani yang punya lahan di pedalaman, tetap perlu ada aturan khusus membakar lahan. Hal itu sebagai upaya membantu petani bercocok tanam sehingga berdampak pada peningkatan perekonomian.
"Kalau memang dilarang membakar, ya kasih solusinya, kasih alat pertaniannya. Bisa berupa handtraktor, gergaji mesin supaya kayu bisa dipotong sebelum membuka ladang, kan gitu. Jadi larangan membakar lahan sudah tepat, hanya saja petani harus tetap diperhatikan," demikian Sugianto.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kalimantan Tengah mencatat kebakaran hutan dan lahan selama Januari hingga Februari 2018 telah terjadi sebanyak 46 kali di 10 Kabupaten/Kota yang mengakibatkan lahan seluas 482 hektar habis terbakar.
Kepala Pelaksana BPBD Kalteng Darliansjah mengatakan kondisi tersebut telah ditindaklanjuti serius oleh Gubernur Kalteng dengan menetapkan status siaga darurat karhutla yang telah diberlakukan mulai 20 Februari sampai 21 Mei 2018.
"Kita juga sudah mendorong pemerintah kabupaten/kota, baik BPBD, TNI, POLRI dan seluruh pemangku kepentingan, agar dapat bersinergi dalam menangani penanggulangan karhutla di Provinsi ini. Jangan semakin banyak lagi hutan dan lahan terbakar," kata Darliansjah.
Pewarta: Jaya Wirawana Manurung
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2018