Jakarta (ANTARA News) - Kalangan dunia usaha mempertanyakan kebijakan fiskal pemerintah di kawasan ekonomi khusus, terutama di Batam, dengan adanya penetapan kawasan tersebut sebagai kawasan perdagangan bebas (FTZ) secara menyeluruh (satu pulau).
"Saya ingin tahu juga bagaimana pengaturan terhadap masalah fiskal. Itu harus disiapkan juga, sampai sekarang saya belum mendapat kejelasan," kata Ketua Kadin MS Hidayat usai rapat dengar pendapat Pansus RUU Bidang Perpajakan DPR di Jakarta, Kamis.
Ia menyebutkan, pihaknya sudah berusaha mencari kejelasan mengenai masalah fiskal berkaitan dengan penetapan Batam sebagai FTZ secara penuh, namun hingga saat ini belum diperoleh.
"Saya sudah minta ke Pak Lutfi (Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal/BKPM), tapi dia sendiri juga belum mengetahui lebih jauh," kata Hidayat.
Pada masa lalu, pemberlakuan secara penuh FTZ di Batam sempat menjadi pro dan kontra antara lain karena dengan pemberlakuan FTZ secara penuh maka pemerintah tidak dapat lagi melakukan pengenaan berbagai pajak di kawasan itu seperti Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Menurut dia, jika memang pemerintah menetapkan Batam sebagai FTZ secara penuh maka pihaknya menyambut positif hal itu karena memang sejak dulu pihaknya mengusulkan agar dijadikan kawasan bebas saja.
"Saya sudah mengusulkan secara resmi, mungkin itu karena posisinya yang paling dekat dengan Singapura," katanya.
Menurut Hidayat, bagi dunia usaha yang terpenting berkaitan dengan status Batam, Bintan, danB Karimun adalah adanya kepastian hukum dan kepastian berusaha.
Sebelumnya Menneg Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Paskah Suzetta mengungkapkan bahwa pembahasan mengenai status kawasan ekonomi Batam, Bintan, dan Karimun (BBK) sudah final.
Kemungkinan pemerintah akan memberlakukan FTZ secara menyeluruh di Batam, sementara di Bintan dan Karimun akan diberlakukan secara "enclave" (di kantong-kantong tertentu).(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007