Di sela pertemuan dengan agenda utama pembahasan amandemen Undang-Undang China dan usul mengenai perubahan masa jabatan presiden itu, beberapa partai nonkomunis China mendapatkan kesempatan untuk memperkenalkan diri. Mereka juga memaparkan partisipasi efektif dalam sistem kerja sama dan konsultasi politik menurut siaran beberapa media resmi China, Rabu.
Partai politik nonkomunis yang diakui pemerintah China antara lain Komite Revolusi Kuomintang China (RCCK) yang berdiri di Hong Kong pada 1948, Liga Demokrat China (CDL) yang dibentuk 1941, Asosiasi Pembangunan Demokrasi Nasional China (CNDCA) yang terbentuk 1945, serta Asosiasi China untuk Demokrasi (CAPD) yang berdiri tahun 1945.
Selain itu ada Partai Demokrasi Petani dan Pekerja China (CPWDP) yang berdiri pada 1930, Partai Zhi Gong yang dibentuk 1925, Jiusan Society yang terbentuk tahun 1945, serta Liga Pemerintahan Mandiri Demokratik Taiwan (TDSGL) yang berdiri tahun 1947 dan beranggotakan orang-orang Taiwan tinggal di daratan Tiongkok.
Beberapa anggota partai nonkomunis itu memiliki perwakilan di NPC, yang merupakan lembaga setingkat DPR, dan dapat berpartisipasi dalam urusan legislatif atau menjadi konsultan politik.
Partai nonkomunis juga bisa mendorong penyelidikan kasus-kasus dalam pelayanan kesehatan, pendidikan, integrasi ekonomi regional, dan pengurangan angka kemiskinan.
Laporan investigasi sering kali disampaikan secara langsung kepada Komite Sentral Partai Komunis China (PKC) sebagai partai penguasa menurut pernyataan Ketua RCCK Wan Exiang.
Laporan juga bisa disampaikan kepada Dewan Pemerintahan yang dipimpin perdana menteri dengan memberikan saran mengenai formulasi kebijakan dan peraturan perundang-undangan.
"Sistem kerja sama multipartai dan konsultasi politik yang dipimpin PKC merupakan bagian dari sistem baru yang lahir dari daratan China," kata Presiden China Xi Jinping yang juga Sekretaris Jenderal Komite Sentral PKC sebagaimana dikutip Kantor Berita Xinhua.
Kelompok Islam
Di sela pertemuan NPC yang dibuka Senin (5/3), Asosiasi Islam China (IAC) memuji langkah masyarakat Daerah Otonomi Ningxia, yang mayoritas masyarakatnya beretnis Hui, dalam menyatukan beberapa etnis dan menjamin kebebasan menjalankan kewajiban agama.
"Sebagai pusat utama Muslim China, Ningxia telah melakukan upaya yang luar biasa dalam membangun Islam berkarakter China," kata Wakil Ketua IAC Jin Rubin sebagaimana dikutip Global Times.
Ningxia dihuni sekitar 2,47 juta warga beretnis Hui (sekitar 36 persen populasi) dan mayoritas pemeluk agama Islam. Menurut Jin, Ningxia punya 4.391 masjid dengan 10.150 imam yang terdaftar di pemerintahan setempat.
Sebagai daerah setingkat provinsi di China, Ningxia mampu melindungi kebebasan beragama masyarakatnya dengan berbagai kebijakan. Di sektor pendidikan misalnya, daerah itu memiliki fasilitas seperti Ningxia Institute of Socialism dan Ningxia Islamic Institute yang sering mengadakan pelatihan dan seminar mengenai agama.
"Kebijakan kebebasan beragama di China dipuji oleh negara-negara Arab dengan memberikan kepercayaan kepada kami untuk menyebarkan sejarah Islam di China kepada dunia," kata juru bicara IAC dalam pertemuan NPC.
Jin, yang juga penanggung jawab IAC dalam kerja sama dengan negara-negara lain, menyatakan bahwa China tetap menentang keras pengaruh paham garis keras dari luar.
"Anti-ekstremisme telah menjadi konsensus bersama negara-negara Islam. Ekstremisme telah merusak agenda politik mereka. Pola inklusif dan sejuk telah menjadi pemikiran utama dunia Islam," ujarnya.
Pewarta: M. Irfan Ilmie
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2018