Ketua majelis hakim Zia Ul Jannah yang memimpin sidang perkara itu pada Selasa (6/3) menyatakan bahwa terdakwa A yang berusia 25 tahun dan B yang berusia 22 tahun terbukti mengangkut dan memperniagakan satwa dilindungi dalam keadaan hidup sebagaimana diatur dalam pasal 21 ayat 2 huruf b ayat 2 UU No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
Zia menambahkan barang bukti kejahatan yang berupa satu perahu pompong diserahkan ke negara sementara 101 trenggiling dilepasliarkan oleh Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA).
Hukuman yang dijatuhkan hakim kepada kedua penyelundup binatang dilindungi itu lebih rendah dari tuntutan jaksa, yang sebelumnya meminta hakim menjatuhkan hukuman empat tahun penjara dan denda Rp100 juta subsider enam bulan kurungan.
Penyidik Pegawai Negeri Sipil Penegakan Hukum BBKSDA Riau Marhot Pohan dan Anid Wikasari dari WWF Indonesia yang menghadiri sidang itu menjelaskan bahwa kedua terdakwa adalah kurir yang mengantar trenggiling dari Sungai Pakning ke kapal-kapal Malaysia.
Pohan menambahkan bahwa untuk sekali transaksi terdakwa mendapat upah Rp200.000 hingga Rp800.000.
Pada 24 Oktober 2017, tim gabungan TNI Lanal Dumani WFQR (Western Fleet Quick Response) 1.6 menangkap kedua terdakwa di perairan Roro-Pakning ketika hendak melangsir 101 trenggiling ke kapal Malaysia.
"Bengkalis adalah pintu masuk dan keluar perdagangan satwa. Dari Bengkalis, satwa tersebut akan dikirim ke negara negara asing seperti Malaysia, China dan Vietnam," kata Anid.
Pohan dan Anid berharap penangkapan pelaku kejahatan terhadap satwa yang dilindungi selanjutnya bisa menekan perdagangan satwa langka.
Pewarta: Asripilyadi
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2018