"Sekurang-kurangnya orang Bali yang beragama Hindu jangan main internet pada hari itu. Nggak mati kok, cobalah kita mulai dari diri kita," kata Pastika saat berbincang dengan para awak media, di Denpasar, Rabu sore.
Dia kembali mengingatkan bahwa selama ini Bali bisa "laku" di dunia karena keunikannya, bukan karena Bali itu mewah maupun modern. "Bali itu menarik di dunia karena punya taksu atau getaran spiritual yang muncul dari tanah Bali dan perilaku masyarakatnya terutama untuk urusan adat, budaya, dan agama.
Dalam ajaran Hindu, lanjut dia, maka saat Nyepi diwajibkan dapat melakukan Catur Brata Penyepian yakni tidak bepergian, tidak bekerja, tidak bersenang-senang dan tidak menyalakan api.
"Oleh karena itu, kami minta kesadaran semua yang ada di Bali. Kita mohon kesadarannya untuk juga ikut menghormati itu (Catur Brata Penyepian-red). Kalau bisa tidak usah beraktivitas satu hari saja kok, 1x24 jam. Kecuali untuk rumah sakit, kalau ada emergency (kegawatdaruratan) itupun dibuat terbatas," ujarnya.
Oleh karenanya, Pastika setuju kalau saat Nyepi agar umat tidak mengakses internet dan hal tersebut dinilai sebagai sesuatu yang baik dan menjadi kesempatan bagi umat untuk menginstrospeksi diri.
Dalam Seruan Bersama Majelis-Majelis Agama dan Keagamaan Provinsi Bali terkait Pelaksanaan Hari Nyepi Tahun Caka 1940 tertanggal 15 Februari 2018, pada butir keempat tertulis bahwa provider penyedia jasa seluler diharapkan untuk mematikan data seluler (internet) dari hari Sabtu (17/3) pukul 06.00 Wita sampai dengan Minggu (18/3) pukul 06.00 Wita
Terkait imbauan untuk tidak menggunakan internet saat Nyepi, lanjut dia, itu kembali kepada kesadaran masing-masing umat karena pada dasarnya beragama itu kesadaran dan tidak dipaksa-paksa. "Saya juga akan simpen gadget 24 jam, saya pengen tahu besoknya saya masih hidup apa nggak," seloroh Pastika.
Dengan melaksanakan sejumlah pantangan saat Nyepi, kata Pastika merupakan salah satu upaya umat Hindu untuk turut menyelamatkan planet bumi dari penggunaan energi yang berlebihan selama ini.
Pewarta: Ni Luh Rhismawati
Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2018