Hal itu dinilai menjadi keuntungan tersendiri bagi Toyota sebagai pabrikan otomotif terbesar ketiga di dunia yang telah memasarkan kendaraan bermesin hibrida sejak dua dekade lalu.
"Jika ada satu produsen yang telah memanfaatkan 'dieselgate', itu adalah Toyota," kata Direktur Pusat Penelitian Otomotif Jerman Ferdinand Dudenhoeffer seperti dilansir AFP, Rabu.
Para ahli mencatat pabrikan besar Eropa menghabiskan waktu bertahun-tahun untuk menciptakan mesin diesel yang ramah lingkungan. Sedangkan Toyota sudah menjadi pemimpin industri hibrida, yang didukung kombinasi bensin dan generator listrik.
Produsen lain, terutama Suzuki dan Kia juga berkomitmen jangka panjang untuk kendaraan hibrida, kendati "Toyota adalah yang pertama dan terfokus untuk mengembangkan serta memposisikan teknologi sebagai energi alternatif yang baik" untuk diesel, kata Analis industri otomotif Jato Dynamics Felipe Munoz.
Fokus pada hibrida
Pada Geneva Motor Show pekan ini, Toyota mengatakan akan berhenti menjual mobil diesel di Eropa mulai tahun ini.
"Kami tidak akan mengembangkan teknologi diesel baru untuk mobil penumpang, kami akan terus fokus pada kendaraan hybrid," kata Johan van Zyl presiden Toyota Motor Europe, di Jenewa, tempat pameran mobil besar pertama di Eropa dibuka pekan ini.
Dudenhoeffer yakin Toyota "diuntungkan atas keberhasilan masa lalu", bukan karena menjadi pemimpin dalam inovasi.
Pabrikan Eropa Renault dan Volkswagen sudah menggunakan teknologi baru, namun Toyota belum, menurut AFP.
Pada jangka panjang, para ahli meyakini pasar kendaraan hibrida akan terus melemah setelah mobil listrik sepenuhnya semakin populer pada dekade berikutnya.
Baca: Penjualan mobil hibrida Toyota melonjak di Eropa
Penerjemah: Alviansyah Pasaribu
Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2018