• Beranda
  • Berita
  • Mengenal tradisi lindungi paus masyarakat Aceh Barat Daya

Mengenal tradisi lindungi paus masyarakat Aceh Barat Daya

8 Maret 2018 10:45 WIB
Mengenal tradisi lindungi paus masyarakat Aceh Barat Daya
Hiu Paus (Shark Whale) yang berenang mencari makan di Desa Botu Barani, Kabupaten Bone Bolango, Gorontalo, Rabu (6/4). (ANTARA FOTO/Adiwinata Solihin)
Blangpidie (ANTARA News) - Panglima Laot (lembaga adat laut) Kabupaten Aceh Barat Daya (Abdya), Hasanuddin, mengemukakan, melindungi hiu paus (Rhincodon typus) sudah menjadi tradisi dan hingga kini masih terjaga, karena ikan raksasa tersebut diyakini membawa rahmat untuk nelayan.

"Jauh sebelum negara kita ini merdeka, nenek moyang zaman dulu sudah duluan melarang tangkap hiu paus tersebut. Kenapa? karena ikan tersebut bisa mendatangkan rezeki untuk para nelayan saat melaut," ungkapnya di Blangpidie, Kamis.

Panglima Laot Abdya menyampaikan pernyataan tersebut dalam sebuah acara diskusi, dan sosialisasi Undang-Undang larangan tangkap ikan hiu dan pari bersama Rati Afridayanti dari Balai Pengelola Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSDPL), Padang, Sumatera Barat.

Acara yang berlangsung di lokasi objek wisata Pantai Jilbab, Susoh itu, turut hadir Sekretaris Dinas Kelautan dan Perikanan, Abdya, Hasnir Agus, Danpos TNI AL Letda Laut (T) Ajat Sutrajat, Kasat Pol Air Polres Abdya Ipda Barmawi, dan puluhan nelayan penangkap ikan hiu.

Hasanuddin menjelaskan, melindungi hiu paus atau lebih dikenal dalam bahasa Aceh sebutan "yee bintang" itu sudah menjadi tradisi sejak zaman nenek moyang dahulu, karena keberadaan hiu tersebut bisa mendatangkan rezeki kepada para nelayan.

Nelayan, sambung dia, biasanya memantau keberadaan hiu bintang di laut. Ketika muncul perahunya langsung dirapatkan ke kawasan hiu paus untuk menangkap ikan-ikan kecil. Ikan tongkol dan tuna sangat mudah ditangkap nelayan saat berada di sekeliling hiu besar itu.

"Artinya begini, ketika hiu paus muncul, ribuan ikan kecil berlindung di sekelilingnya termasuk tuna dan tongkol. Jadi, ikan-ikan kecil itu sangat mudah ditangkap nelayan, makanya nenek moyang dulu melarang siapapun tangkap hiu bintang itu," jelasnya.

Rati Afridayanti selaku pemateri dalam diskusi tersebut mengakui adat istiadat laut di Kabupaten Abdya sangat bagus, dan perlu diberikan apresiasi kepada seluruh nelayan Abdya karena sudah duluan melindungi hiu paus sebelum pemerintah mengeluarkan larangan.

"Tidak semuanya dilarang, ada juga diperbolehkan seperti hiu lanjaman, hiu martil, hiu tikus, dan hiu koboi, itu semua boleh tangkap, hanya saja dilarang ekspor. Tapi, kalau jualnya ke Surabaya, Bandung, khususnya dalam negeri itu diperbolehkan oleh pemerintah," jelasnya.

Kata Rati, Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia melarang secara penuh melakukan penangkapan ikan hiu jenis paus dan hiu gergaji, karena keberadaan kedua spesies tersebut sudah mulai langka di nusantara.

"Kalau yang dilarang penuh oleh pemerintah itu, hiu paus, disini bahasa lokalnya `yee bintang` Kemudian, satu lagi hiu gergaji, itu dilarang penuh, memang tidak boleh ditangkap, siapapun yang tangkap, maka TNI-Polri yang tangkap pelakuknya," ujarnya.

Baca juga: Wisatawan senang ada hiu paus di Gorontalo

Baca juga: Tiga ekor hiu paus terdampar di Manggarai

Pewarta: Anwar
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2018