• Beranda
  • Berita
  • Indonesia komit dalam kebijakan maritim internasional

Indonesia komit dalam kebijakan maritim internasional

12 Maret 2018 05:05 WIB
Indonesia komit dalam kebijakan maritim internasional
Kementerian Perhubungan (ANTARA FOTO/Jojon)
London (ANTARA News) - Indonesia berkomitmen mewujudkan keselamatan dan keamanan pelayaran serta perlindungan lingkungan maritim melalui peran aktifnya dalam setiap penyusunan kebijakan maritim internasional, kata Atase Perhubungan RI di London, Simson Sinaga.

Ia menyatakan hal itu sehubungan dengan peringatan 70 tahun berdirinya International Maritime Organization (IMO) pada 6 Maret. Pertemuan IMO yang dilaksanakan di Kantor Pusat IMO, London, Inggris dibuka secara resmi oleh Ratu Inggris, Elizabeth II yang didampingi Sekretaris Jenderal IMO, Kitack Lim.

Pada kesempatan tersebut, Ratu Elizabeth II dan Sekjen IMO, Kitack Lim bersama-sama membuka tirai penutup plakat peringatan dan pemotongan kue di Kantor Pusat IMO memperingati 70 tahun berdirinya IMO.

Simson kepada Antara London, Minggu mengatakan peringatan 70 tahun berdirinya IMO dihadiri 800 undangan terbatas yang terdiri dari organisasi internasional non pemerintah, perwakilan pengganti negara anggota di IMO, sekretariat IMO dan perwakilan negara anggota Dewan IMO termasuk Indonesia.

"Hal ini sangat membanggakan karena menunjukan Indonesia dipercaya oleh IMO sebagai negara kepulauan yang memiliki perhatian terhadap dunia maritim internasional," ujarnya.

Pada kesempatan tersebut, Ratu Elizabeth II, berbicara dalam suasana ramah tamah dan hangat dengan Atase Perhubungan RI untuk London sebagai perwakilan Indonesia dan menyampaikan pentingnya bersama-sama mewujudkan keselamatan dan keamanan pelayaran termasuk peningkatan Sumber Daya Manusia di sektor Maritim yang andal dan kompeten.

Kedatangan Ratu Elizabeth II ke kantor pusat IMO merupakan kunjungan pimpinan tinggi negara atau organisasi yang ketiga setelah sebelumnya Sekretaris Jenderal Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB), Ban Ki Moon pada Februari tahun 2016 dan Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo yang hadir dalam Sidang Marine Environment Protection Committee (MEPC) IMO pada bulan April 2016.

Indonesia sebagai anggota Dewan IMO Kategori C periode 2018-2019 menunjukan bukti kepercayaan dunia terhadap Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia. Untuk itu, selaku negara anggota Dewan IMO, Indonesia berkomitmen mengembalikan kejayaan maritim nusantara untuk mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim dunia.

"Indonesia menjadi anggota IMO sejak 18 Januari 1961 dan telah meratifikasi konvensi IMO sebanyak 26 konvensi kemudian Indonesia memiliki jumlah total GT kapal terbesar ke 15 diantara negara anggota IMO yang berjumlah 172 negara anggota IMO," ujarnya.

Menurut Simson, di 70 tahun berdirinya IMO, tugas dan tantangan berat kedepan harus dapat diselesaikan Indonesia dalam hal ini di bidang transportasi laut khususnya aspek keselamatan dan keamanan pelayaran serta perlindungan lingkungan maritim.

IMO sebagai organisasi Internasional yang mengatur keselamatan, keamanan dan perlindungan lingkungan maritim berharap agar Indonesia dapat memberikan kontribusi yang besar terhadap perwujudan keselamatan dan keamanan pelayaran serta perlindungan lingkungan maritim di wilayahnya.

"Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) sebagai penunjang perdagangan dunia, IMO berharap Indonesia dapat meningkatkan keselamatan dan keamanan pelayaran serta perlindungan lingkungan maritim di wilayah perairan Indonesia," ujar Simson.

Simson menyebutkan sebagai anggota Dewan IMO, Indonesia harus dapat memanfaatkan keanggotaannya untuk memperkuat Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), konektifitas, infrastruktur transportasi laut dan daya saing industri serta pelayanan jasa kemaritiman.

Indonesia dalam hal ini Kementerian Perhubungan melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Laut selaku maritime administration memiliki tugas dan tantangan yang menjadi sasaran dalam agenda kerja IMO di tahun 2018 seperti menindaklanjuti usulan Traffic Seperation Scheme (TSS) dan Mandatory Ship Reporting System di Selat Sunda dan Selat Lombok yang telah disampaikan dalam Sidang IMO NCSR bulan Februari lalu.

Selain TSS, penetapan Particularly Sensitive Sea Areas (PSSA) di Gili Trawangan Lombok dan Nusa Penida Bali serta peningkatan pelayanan Voluntary Pilotage Ships di Selat Malaka dan Selat Singapura melalui circular IMO menjadi sasaran dan tugas yang harus diselesaikan Indonesia di tahun ini.

Sekjen IMO, Kitack Lim mengatakan dunia memerlukan industri pelayaran untuk mendukung terwujudnya perdagangan internasional menjadi lebih baik dengan terus berkontribusi untuk melakukan pengiriman barang melalui jalur laut guna meningkatkan perekonomian dunia.

Dikatakannya yang menjadi perhatian untuk dapat ditingkatkan adalah keselamatan dan keamanan pelayaran, efisiensi pengoperasian pelayaran, perlindungan terhadap lingkungan maritim serta penerapan peraturan yang lebih efektif.

Pewarta: Zeynita Gibbons
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018