Jakarta (ANTARA News) - "Aroma Karsa", novel baru Dewi Lestari, mengangkat tema besar aroma dan penciuman yang mengharuskannya riset ke berbagai tempat, mulai dari tempat pembuangan akhir (TPA) sampah di Bantar Gebang, Bekasi, Jawa Barat, sampai ke Singapura.Racikan parfum itu mirip komposisi musik, ada not tengah, not atas dan not bawah."
"Aroma Karsa" bercerita tentang sepasang muda-mudi yang punya kemampuan membaui di atas rata-rata manusia normal. Sebuah tanaman misterius bernama Puspa Karsa (bunga kehendak) yang bisa mengendalikan keinginan manusia menjadi obsesi dari salah seorang tokoh di novel itu.
Penulis yang akrab disapa Dee tersebut mengakui bahwa awalnya tak tahu menahu soal dunia parfum sampai pergi ke Singapura untuk kursus meracik parfum beberapa bulan sebelum menulis. Kursus bersama Nose Who Knows, afiliasi dari Cinquieseme Sens yang berpusat di Prancis, itu berlangsung selama sehari.
Penulis novel enam serial "Supernova" itu mengambil banyak hal menarik dari pelatihan dasar singkatnya sebagai modal menulis karakter "Aroma Karsa" yang bekerja sebagai peracik parfum.
"Racikan parfum itu mirip komposisi musik, ada not tengah, not atas dan not bawah. Sudah ada kelompok wewangian yang karakternya tidak boleh salah tempat," kata salah seorang vokalis kelompok musik Rida, Sita dan Dewi (RSD) dalam temu awak media "Aroma Karsa" di Jakarta, Rabu.
Baca juga: "Aroma Karsa", suguhan baru dari Dewi Lestari
"Di sana langsung cari bahan-bahan yang menarik, misalnya ambergris: muntah paus," kata penulis "Filosofi Kopi" itu.
Ia pun menjelaskan bahwa ambergris adalah salah satu bahan parfum yang meski baunya tidak enak, tapi bisa jadi harum ketika dicampur dengan bahan kimia lainnya.
Selain praktik meracik parfum, penulis yang jadi The Most Influential Person in Publishing dalam IDEA Fest 2017 itu juga membaca berbagai buku yang berhubungan dengan wewangian hingga parfum.
Jati Wesi, karakter di "Aroma Karsa", digambarkan sebagai peracik parfum yang tumbuh besar di tempat pembuangan akhir Bantar Gebang.
Sosok Jati diceritakan punya penciuman luar biasa, sebuah kondisi yang disebut hiperosmia.
Berangkat dari ide cerita mengenai Jati itulah, Dee datang langsung ke Bantar Gebang untuk melihat seperti apa kehidupan pemulung sampai menghirup aroma di sana.
Gunung Lawu juga masuk dalam daftar riset sebagai salah satu lokasi yang diceritakan di "Aroma Karsa".
Butuh pertimbangan panjang sampai akhirnya Dee membuat keputusan untuk memilih gunung yang terletak di perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur sebagai tempat tumbuhnya bunga sakti Puspa Karsa yang bisa mengendalikan kehendak.
Aspek mistis sampai unsur legenda kuno Majapahit yang ada dalam "Aroma Karsa" jadi faktor untuk memilih gunung itu. Biasanya jumlah pendaki Gunung Lawu meningkat pesat pada malam 1 Suro, sebagian atas alasan menjalankan ritual.
"Gunung ini populer, tapi di sisi lain disegani sehingga ada tempat yang belum terjamah, itu celah yang bisa digali dan dimanfaatkan," ungkapnya.
Informasi mengenai sisi lain Gunung Lawu yang belum tergali dikorek Dewi melalui juru kunci. Risetnya fokus pada jalur tengah, jalur pendakian yang biasanya dilalui orang-orang dengan keperluan klenik.
"Aroma Karsa" juga membuat Dee merasa harus mempelajari bahasa Jawa Kuno dan epigrafi Majapahit ke Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia (UI) guna mempelajari detil anggrek dengan kolektor Vincent Luhur sampai berbincang dengan Ananda Mikola untuk karakter pebalap yang muncul di novelnya.
Edisi cetak "Aroma Karsa" bakal terbit pada 16 Maret 2018.
Dee telah menerbitkan berbagai novel laris seperti "Supernova: Kesatria, Putri dan Bintang Jatuh", "Perahu Kertas", "Filosofi Kopi", "Rectoverso" hingga "Madre", beberapa di antaranya sudah diadaptasi ke layar lebar.
Pewarta: Nanien Yuniar
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2018