• Beranda
  • Berita
  • Kearifan lokal senjata ampuh tangkal ideologi transnasional

Kearifan lokal senjata ampuh tangkal ideologi transnasional

14 Maret 2018 19:43 WIB
Kearifan lokal senjata ampuh tangkal ideologi transnasional
Guru Besar Fakultas Psikologi Universitas Indonesia Prof. DR. Hamdi Muluk, MSi. (ANTARA News/HO)

Islam itu universal, jadi tidak perlu dibentur-benturkan"

Jakarta (ANTARA News) - Guru Besar Fakultas Psikologi Universitas Indonesia Prof. DR. Hamdi Muluk, MSi mengatakan bahwa kearifan lokal merupakan senjata yang ampuh untuk menangkal ideologi transnasional yang tidak sesuai dengan landasan dan falsafah bangsa Indonesia.

Oleh karena itu, kearifan lokal yang juga menjadi jati diri bangsa itu harus diperkuat, kata Hamdi Muluk menyikapi kemajuan teknologi informasi yang makin memudahkan masuknya ideologi-ideologi asing yang tidak sesuai dengan budaya dan landasan bangsa Indonesia.

“Kalau bangsa itu punya identitas yang kuat, kalau ada tawaran-tawan ideologi dari luar yang akan memecah belah persatuan Indonesia, tentu itu tidak akan bertahan lama. Jadi ini harus kita perkuat untuk memperkuat persatuan kita,” jelas Hamdi Muluk seperti dikutip dalam siara pers, Rabu.

Pria yang juga ahli psikologi politik itu mengatakan, selama ini dengan banyaknya kearifan lokal yang dimiliki bangsa ini, masyarakat Indonesia sudah lama berinteraksi dan sudah merasa satu Indonesia dengan macam-macam perbedaan paham, kebiasaan, adat istiadat yang dimiliki.

“Kita saling menghormati dan kita juga bisa mengamalkan nilai-nilai agama sesuai dengan konteks ke-Indonesia-an yang sudah terjaga dengan baik. Itu harus dipertahankan,” jelas pria kelahiran Padang Panjang, 31 Maret 1966 ini.

Dalam konteks kekinian, lanjut Hamdi, adanya paham-paham keagamaaan yang menyerukan kearah radikalisme, memecah persatuan, kebhinnekaan, saling menyalahkan serta mengkafirkan satu sama lain, hal tersebut tentunya bisa dicegah dengan memperkuat kearifan lokal.

Menurut Hamdi, ketika ada orang yang mencoba untuk membenturkan cara-cara tertentu dan berperilaku dalam konteks budaya tertentu yang kemudian dinilai tidak sesuai dengan ajaran agama tertentu. Hal itu harus dihindari karena cara-cara itulah yang banyak digunakan ideologi transnasional untuk memuluskan propagandanya.

Propaganda seperti itu harus dicermati masyarakat, dan sebagai bangsa yang memiliki budaya sendiri tidak boleh goyah apalagi sekarang banyak orang yang disesatkan dengan mengacaukan masalah kebiasaan dalam kebudayaan tertentu dengan Islam.

“Kita di sini juga begitu, bahwa kita menerapkan, mengimplementasikan nilai-nilai keislaman itu dengan cara-cara kita sesuai dengan latar belakang budaya kita yang beragam. Itu tidak usah dipertentangkan. Jangan melihat budaya Arab seperti itu, lalu di sini mereka mengatakan itu tidak sesuai dengan ajaran Islam. Budaya Arab ya Arab, Islam ya Islam,” kata Hamdi yang juga anggota Kelompok Ahli BNPT bidang psikologi ini.

Hamdi melihat, kecenderungan sekarang ini bahwa yang dipertentangkan kebanyakan adalah hal-hal remeh-temeh yang tidak prinsip. Namun, itu malah digembar-gemborkan bahwa ini tidak mencerminkan Islam dan sebagainya. Hal tersebut tentunya bisa memecah belah persatuan bangsa Indonesia.

“Gagasan Islam Nusantara itu menurut saya tidak ada yang salah. Itu kan sebenarnya mencoba untuk mengkontekstualisasikan sebuah ajaan Islam dalam konteks ke-Indonesia-an kita dan mendapat corak yang bisa berbeda dengan orang yang mengimplementasikan nilai-nilai Islam di belahan budaya yang lain,” ujanrya.

Islam, menurut Hamdi, adalah agama yang memiliki nilai-nilai universal yang bisa masuk ke semua budaya, masuk ke semua tempat walaupun tata cara orang berprilaku, kebiasaan, dan adat istiadat, sangat beragam.

“Islam itu universal, jadi tidak perlu dibentur-benturkan. Apalagi orang menakut-nakuti dengan tadi, bahwa kalau tidak seperti ini kafir lah. Hal seperti ini lah yang harus kita cegah,” ujarnya.

Hamdi Muluk meminta masyarakat Indonesia tidak mudah terpengaruh budaya luar apalagi sampai meninggalkan kearifan lokal yang dimiliki bangsa ini. Masyarakat harus kembali kepada jati diri bangsa Indonesia.

Baca juga: Pakar: antisipasi redikalisme tak boleh berhenti

Pewarta: Suryanto
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018