"Kami mengajukan safeguard, meskipun memang sifatnya sementara. Sudah pasti ada bukti kenaikan impor," kata Ketua Umum Asaki Elisa Sinaga di Jakarta, Kamis.
Elisa mengatakan, impor keramik meningkat sejak 2014 yang angkanya mencapai 22 persen, kemudian 2015 meningkat menjadi 23 persen dan angka impor pada 2017 yakni 18 persen.
"Pada 2018 ini kemungkinan lebih tinggi karena bea masuk turun," ungkap Elisa.
Kendati demikian, Elisa menyadari bahwa industri keramik tidak dapat berlindung sepenuhnya pada pemberlakuan safeguard. Sehingga, dibutuhkan inovasi untuk bisa berdaya saing dengan produk impor.
Baca juga: Keramika 2018 pamerkan produk unggulan keramik
Baca juga: Industri keramik dan kaca prioritas nikmati penurunan harga gas
Baca juga: Menperin: Industri keramik nasional prospektif jangka panjang
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menyampaikan akan mempertimbangkan pemberlakuan safeguard yang diminta Asaki seraya memaparkan bahwa pertumbuhan industri keramik dalam negeri mencapai 15 persen, sementara untuk keramik impor tumbuh 20 persen.
"Jadi kita lihat ya kalau ini mengganggu industri dalam negeri ya perlu kita proteksi," tukasnya.
Pertimbangan untuk memberlakukan safeguard lain karena beberapa negara juga telah menerapkan anti dumping untuk produk-produk impor guna melindungi industri dalam negerinya.
"Di ASEAN Vietnam sudah memberikan anti dumping lebih dari 40 persen, Eropa 60 persen, tentu kita juga melindungi industri dalam negeri," pungkasnya.
Baca juga: Pelaku industri keramik nantikan penurunan harga gas
Baca juga: Penjualan industri keramik tumbuh 15 persen
Baca juga: Harga gas industri kaca dan keramik dipertimbangkan turun
Pewarta: Sella Panduarsa Gareta
Editor: Gilang Galiartha
Copyright © ANTARA 2018