"Ada yang dilakukan di toilet, ruang kelas, ruang OSIS, bahkan di mushola tepatnya di ruang penyimpanan karpet. Bahkan ada guru yang melakukan kekerasan seksual di depan murid-murid lainnya," kata Retno dalam jumpa pers di Jakarta, Senin.
Retno mengatakan selain di lingkungan sekolah, kekerasan seksual yang dilakukan oknum guru juga terjadi saat kegiatan ekstrakurikuler atau wisata, misalnya di perkemahan atau bus pariwisata.
Korban bisa mencapai puluhan murid, karena pada beberapa kasus, pelaku telah melakukan aksinya selama beberapa bulan, bahkan sudah berjalan beberapa tahun.
"Trennya berubah. Kalau sebelumnya korban kebanyakan anak perempuan, data terakhir justru mayoritas korban adalah anak laki-laki. Mayoritas usia SD dan SMP," tuturnya.
Baca juga: Kekerasan seksual pada anak laki-laki meningkat
Baca juga: Hukuman jilat kloset noda pendidikan
Dia mencontohkan kasus kekerasan seksual yang dilakukan oknum guru di Kabupaten Tangerang dengan korban 41 siswa, di Jombang dengan korban 25 siswi, di Jakarta dengan korban 16 siswa, di Cimahi dengan korban tujuh siswi dan di Surabaya dengan korban 65 siswa SD.
Karena itu, KPAI mendorong pendidikan kesehatan reproduksi di kalangan peserta didik dimulai dari jenjang taman kanak-kanak hingga SMA/sederajat.
"Sedari dini anak harus dididik melindungi tubuhnya agar tidak disentuh oleh orang lain selain dirinya sendiri," katanya.
Selain itu, KPAI juga mendorong sekolah untuk membuka posko pengaduan dan mendorong murid-muridnya untuk berani melapor bila mengalami kekerasan baik fisik, psikis, finansial maupun seksual.
Juga perlu ada sistem perlindungan agar murid yang menjadi korban atau saksi kekerasan di sekolah juga terlindungi.
Pewarta: Dewanto Samodro
Editor: Gilang Galiartha
Copyright © ANTARA 2018