"Tadi kapal sandar sekitar pukul 14.00 WIB, biaya kirim kapal Rp24 juta, mobil Rp16 juta dan motor Rp8 juta," kata Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah di Jakarta, Senin.
Menurut Febri, pertimbangan 16 unit kendaraan yang terdiri dari delapan mobil dan delapan motor itu dibawa ke Jakarta untuk mencegah penurunan nilai barang.
"Berdasarkan analisis yang dilakukan oleh tim, kami menimbang proses perawatan untuk mencegah penurunan nilai barang, kebutuhan pembuktian dan nanti jika dilakukan eksekusi dapat lebih efisien," ungkap Febri.
Delapan mobil yang dibawa ke Jakarta itu antara lain BMW, Toyota Vellfire, Lexus, dua Hummer/H3 jenis Jeep, Jeep Rubicon Model COD 4DOOR, Jeep Rubicon Brute 3.6 dan Cadilac Escalade.
Sedangkan delapan unit motor terdiri dari BMW Motorrad, Ducati, Husberg TE 300, KTM 500 EXT dan Harley Davidson sebanyak empat unit.
Adapun sebanyak 16 kendaraan bermotor itu akan ditampung di Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara (Rupbasan) Jakarta Barat.
KPK baru saja mengumumkan Abdul Latif sebagai tersangka penerimaan gratifikasi dan TPPU pada Jumat (16/3).
Abdul Latif sebagai pegawai negeri atau penyelenggara negara menerima gratifikasi yang dianggap karena berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya sebagai Bupati Hulu Sungai Tengah.
Abdul Latif menerima dari sejumlah pihak dalam bentuk "fee" proyek-proyek dalam APBD Pemkab Hulu Sungai Tengah selama kurun masa jabatannya sebagai Bupati.
Diduga Abdul Latif menerima "fee" dari proyek-proyek di sejumlah Dinas dengan kisaran 7,5 sampai 10 persen setiap proyeknya. Total dugaan gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban atau tugas yang diterima Abdul Latif setidak-tidaknya Rp23 miliar.
Terkait dugaan penerimaan gratifikasi tersebut, Abdul Latif disangkakan melanggar Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Selama menjabat sebagai Bupati, Abdul Latif diduga telah membelanjakan penerimaan gratifikasi tersebut menjadi mobil, motor, dan aset lainnya baik yang diatasnamakan dirinya dan keluarga atau pihak lainnya.
Dalam proses pengembangan perkara ini, KPK menemukan dugaan tindak pidana pencucian uang yang diduga dilakukan oleh Abdul Latif selama periode jabatannya sebagai Bupati Hulu Sungai Tengah.
Terkait dugaan TPPU tersebut, Abdul Latif disangkakan melanggar Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Sebelumnya, KPK telah menetapkan Abdul Latif bersama tiga orang lainnya sebagai tersangka tindak pidana korupsi suap terkait pengadaan pekerjaan pembangunan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Damanhuri Barabai Kabupaten Hulu Sungai Tengah Tahun Anggaran 2017 pada 5 Januari 2018.
Diduga sebagai pihak penerima, yaitu Abdul Latif, Direktur Utama PT Putra Dharma Karya Fauzan Rifani, Direktur Utama PT Sugriwa Agung Abdul Basit. Sedangkan diduga sebagai pihak pemberi, Donny Witono.
Diduga pemberian uang sebagai "fee" proyek pembangunan ruang perawatan Kelas I, II, VIP, dan super VIP di RSUD Damanhuri, Barabai, Kabupaten Hulu Sungai Tengah.
Dugaan komitmen "fee" proyek itu adalah 7,5 persen atau sekitar Rp3,6 miliar.
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2018