• Beranda
  • Berita
  • MUI serukan dialog untuk selesaikan masalah masjid di Papua

MUI serukan dialog untuk selesaikan masalah masjid di Papua

20 Maret 2018 10:06 WIB
MUI serukan dialog untuk selesaikan masalah masjid di Papua
Arsip Foto. Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia MUI Zainut Tauhid (tengah), Ketua Bidang Infokom MUI Masduki Baidowi (kiri), Ketua Bidang Hubungan Luar Negeri MUI, Muhidin Junaidi (kanan) saat memberikan keterangan kepada wartawan di Gedung MUI, Jakarta, Kamis (2/2/2017). (ANTARA /Reno Esnir)
Jakarta (ANTARA News) - Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengimbau semua pihak terkait duduk bersama, melakukan dialog dan membangun komunikasi dari hati ke hati untuk mencari solusi guna menciptakan kehidupan yang harmoni dan persaudaraan sejati menyusul pernyataan Persekutuan Gereja-Gereja di Kabupaten Jayapura, Papua, yang menuntut pembongkaran menara Masjid Al Aqsa di Sentani karena lebih tinggi dari bangunan gereja setempat.

"Kami yakin melalui motto Kabupaten Jayapura Khena Mbay Umbay (Satu Hati Ceria Berkarya Meraih Kejayaan) dapat dicapai solusi yang maslahat dan bermartabat di Tanah Papua," kata Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia Zainut Tauhid Saadi kepada wartawan di Jakarta, Selasa.

Dia menyesalkan sikap Persekutuan Gereja-Gereja di Kabupaten Jayapura yang menuntut pembongkaran menara masjid karena lebih tinggi dari bangunan yang lain dan menolak suara adzan untuk umum, serta menginginkan pelarangan pembangunan mushala dan masjid di fasilitas umum, pelarangan siswi negeri mengenakan pakaian beridentitas agama, serta pelarangan berdakwah di Kabupaten Jayapura.

"MUI menyesalkan surat pernyataan tersebut karena isinya jauh dari semangat persaudaraan, toleransi, kebersamaan dan kekeluargaan," kata Zainut.

Dia mengatakan pernyataan tersebut dapat mengancam persatuan dan kesatuan warga bangsa yang hidup bersama di Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

MUI, kata Zainut, mengingatkan kembali bahwa kemerdekaan Indonesia adalah ikhtiar bersama semua anak bangsa karenanya tidak boleh ada perasaan satu golongan merasa lebih berhak dan lebih istimewa dari golongan yang lainnya. Hal yang demikian, menurut dia, dapat merusak dan mencederai nilai-nilai persaudaraan kebangsaan yang selama ini dihormati dan dijunjung tinggi.

"MUI menilai hahwa kebhinnekaan adalah rahmat Allah yang harus kita syukuri bukan untuk diingkari. Sudah menjadi kewajiban kita bersama untuk merawat dan menjaganya dengan hidup berdampingan secara damai, saling menolong dan bekerja sama dalam membangun Indonesia yang merdeka, bersatu berdaulat, adil dan makmur," kata dia.

Dia mengatakan beragama adalah perintah Tuhan yang paling hakiki dan setiap warga negara diberikan hak kebebasan untuk memeluk agama dan beribadah menurut agama dan kepercayaan yang dianut.

Menurut dia, tidak boleh ada orang atau kelompok orang yang melarang, menghalangi dan mengintimidasi orang lain dalam melaksanakan ajaran agamanya karena hal itu bertentangan dengan konstitusi dan hak asasi.
 

Pewarta: Anom Prihantoro
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2018