DKI habiskan Rp900 miliar olah sampah termal

21 Maret 2018 18:32 WIB
DKI habiskan Rp900 miliar olah sampah termal
Teknisi mengontrol ruang generator Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Benowo, Surabaya, Jawa Timur, Kamis (11/8/2016). PLTSa Benowo menghasilkan listrik sekitar 2 MegaWatt dengan memanfaatkan gas sampah di tempat pembuangan sampah tersebut. (ANTARA FOTO/Didik Suhartono)

....PLTSa terdiri dari empat peralatan utama yaitu bunker terbuat dari concrete yang dilengkapi dengan platform dan crane; ruang bakar dengan reciprocating grate yang di desain dapat membakar sampah dengan suhu di atas 950 derajat Celcius sehingga me

Bekasi (ANTARA News) - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menggandeng Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) menerapkan sistem pengolahan sampah dengan proses termal di Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang, Kota Bekasi, senilai Rp900 miliar.

"Pengolahan sampah secara termal ini ramah terhadap lingkungan sehingga tidak menimbulkan pencemaran," kata Kepala BPPT Unggul Priyanto, di Bekasi, Rabu.

Dia mengatakan, pengolahan sampah secara termal atau pengawetan dengan energi panas ini dapat menghasilkan listrik.

"Pilot project ini mempunyai kapasitas 50 ton per hari, dengan hasil listrik 400 Kw, menggunakan teknologi termal tipe Stoker-grate," kata Unggul saat peletakan batu pertama di TPST Bantargebang, Rabu.

Menurut dia, daerah besar seperti DKI dengan produksi sampah sekitar 7.000 ton per hari memerlukan teknologi sebagai solusi penanganan sampah secara cepat, tepat, signifikan dan ramah lingkungan.

"Teknologi ini sudah proven dan paling banyak dipakai di negara maju seperti Jepang, Jerman dan negara-negara di Eropa lainnya," ujarnya.

Meski digunakan oleh negara maju, namun dia mengklaim PLTSa yang dibangun di Bantargebang ini seluruhnya dilakukan oleh putra bangsa Indonesia.

Bahkan dari desain mesin hingga pelaksanaan pengerjaan, tetap dilakukan oleh pekerja dalam negeri, tujuannya untuk meningkatkan daya saing dan mewujudkan kedaulatan bangsa.

"Kami mengharapkan agar PLTSa ini akan selesai dalam satu tahun. Untuk itu diperlukan komitmen tinggi dari kedua belah pihak, serta dukungan dan sinergi antar pemangku kepentingan lainnya," katanya.

Direktur Pusat Teknologi Lingkungan BPPT Rudi Nugroho menambahkan bahwa pemilihan teknologi termal dilakukan oleh BPPT berdasarkan kriteria Best Available Technology Meet Actual Need (BATMAN), yaitu teknologi terbaik (proven) yang banyak digunakan di dunia, cocok untuk jenis dan kondisi sampah di Indonesia, ramah lingkungan serta memiliki potensi tingkat komponen dalam negeri (TKDN) yang tinggi.

"PLTSa Bantargebang ini sebagian besar peralatan merupakan produksi dalam negeri. PLTSa terdiri dari empat peralatan utama yaitu bunker terbuat dari concrete yang dilengkapi dengan platform dan crane; ruang bakar dengan reciprocating grate yang di desain dapat membakar sampah dengan suhu di atas 950 derajat Celcius sehingga meminimalikan munculnya gas buang yang mencemari lingkungan," katanya.

Menurut dia, panas yang terbawa pada gas buang hasil pembakaran sampah, digunakan untuk mengonversi air dalam boiler menjadi steam di dalam boiler dan steam yang dihasilkan digunakan memutar turbin untuk menghasilkan listrik.

Proyek ini, kata dia, menggunakan sampah dari TPST Bantargebang dengan desain nilai kalori (LHV) yang ditetapkan sebesar 1.500 kkal/kg, kapasitas sebesar 50 ton sampah/hari dan mampu menghasilkan listrik sekitar 400 kW.

"Produksi listrik ditargetkan minimal dapat mencukupi kebutuhan internal peralatan PLTSa," ujarnya.
 

Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2018