"Untuk tahun ini ada 50 yang 'suspect', dan satu orang meninggal karena leptospirosis," kata Kepala Seksi Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan (Dinkes) DIY Setyarini Hestu Lestari di Kompleks Kepatihan, Yogyakarta, Kamis.
Menurut Setyarini, seorang warga yang meninggal dunia karena terinfeksi bakteri dari kencing tikus itu beralamatkan di Dlingo, Bantul berusia 53 tahun.
Ia mengatakan usia produktif cenderung memiliki risiko yang tinggi terhadap penyakit itu. "Karena mereka (usia produktif) bekerja sehingga memiliki risiko yang tinggi," kata dia.
Dia mengatakan dari 50 orang yang dinyatakan "suspect" leptospirosis, sebanyak 13 orang telah meninggal dunia, namun baru 1 orang yang dinyatakan positif karena leptospirosis. Berdasarkan data sejak Januari 2018 angka suspect terbanyak berasal dari Bantul dengan jumlah 27 orang, sedangkan Kabupaten Sleman 6 orang, dan Gunung Kidul 8 orang.
"Di Sleman ada 6 orang yang suspect dengan satu orang meninggal dunia namun masih akan diaudit apakah karena leptospurosis atau bukan," kata Hestu.
Leptospirosis atau infeksi akibat bakteri yang banyak berasal dari kencing tikus, menurut dia, kerap kali menjangkit manusia melalui makanan, atau minuman serta air yang mengenai luka pada kulit.
Menurut Setyarini, pemicu dari penyebaran penyakit itu adalah genangan-genangan air baik yang ada di persawahan maupun di lingkungan perumahan.
Oleh sebab itu, untuk menghindari timbulnya penyakit leptospirosis, ia meminta masyarakat menggencarkan pola hidup bersih dan sehat (PHBS). PHBS antara lain dapat dilakukan dengan mencuci tangan dengan sabun, melakukan respon aktif terhadap lingkungan yang kotor, dan membiasakan mengonsumsi air yang benar-benar dimasak mendidih
"Untuk mencegah leptospirosis, PHBS adalah mutlak," kata Setyarini.
Pewarta: Luqman Hakim
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2018