• Beranda
  • Berita
  • Gubernur Maluku desak pemerintah pusat tangani Gunung Botak

Gubernur Maluku desak pemerintah pusat tangani Gunung Botak

23 Maret 2018 14:52 WIB
Gubernur Maluku desak pemerintah pusat tangani Gunung Botak
Dokumentasi - Para penambang emas liar ilegal di kawasan Gunung Botak, Kabupaten Pulau Buru, Maluku, Senin (23/1/2017), (ANTARA FOTO/Embong Salampessy)
Ambon (ANTARA News) - Pelaksana tugas (Plt) Gubernur Maluku, Zeth Sahuburua mendesak pemerintah pusat segera menangani penambangan emas ilegal di kawasan Gunung Botak, Kabupaten Buru yang memanfaatkan merkuri dan sianida sehingga mengancam ekosistem lingkungan maupun kesehatan warga setempat.

"Kan tim terpadu dari pusat telah melakukan kajian di Gunung Botak pada 2 Maret 2018 sehingga penangannya masih menunggu rekomendasi dikoordinir Menko Polhukham, Wiranto," katanya, dikonfirmasi, Jumat.

"Saya tidak bisa mengambil langkah sendiri karena penanganannya telah ditangani pemerintah pusat yang dikoordinir Menko Polhukham berkoordinasi dengan Menko Kemaritiman, Kementerian ESDM serta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan," ujar Zeth.

Karena itu, pemerintah pusat diharapkan segera memutuskan langkah penanganan penambangan emas di Gunung Botak yang dikelola sejak 2011.

"Saya dalam kapasitas sebagai pemimpin Maluku prihatin dengan kondisi lingkungan maupun masyarakat di Buru ," kata Zeth.

Apalagi, pengolahan emas di Gunung Botak melalui sistem rendaman itu memanfaatkan bahan kimia asam sianida, merkuri, castik dan cairan H02 di Sungai Anahoni. Sementara itu dengan para penambang berasal dari luar Maluku.

"Saya dilaporkan Bupati Buru, Ramly Umasugi bahwa lebih dari 13.000 penambang ilegal dari luar Maluku kembali melakukan aktivitas penambangan dengan sistem rendaman, dumping dan tambak larut menggunakan merkuri maupun sianida," tandas Zeth.

Sebelumnya, Kadis ESDM Maluku, Martha Nanlohy mengemukakan, transaksi bahan sianida maupun merkuri di lokasi penambangan emas Gunung Botak semakin marak.

"Bayangkan saja harga sianida saat ini dijual Rp3,5 juta/liter, menyusul sebelumnya hanya Rp1 juta/liter,"katanya.

Padahal, aktivitas penambangan tersebut telah ditutup personil Polisi maupun TNI - AD dibantu Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Pemkab Buru pada 15 Februari 2018.

"Susah untuk menutup aktivitas penambangan maupun penjualan sianida dan merkuri di kawasan Gunung Botak karena masih ada penambang di sana," ujar Martha.

Data yang dihimpun sebanyak 13.000 lebih penambang yang bekerja di kawasan Gunung Botak dan saat penyisiran dilanjutkan dengan penutupan ternyata masih ada beroperasi di sana.

"Jadi bukan masalah emas yang sebenarnya depositnya di Gunung Botak relatif kecil. Namun, peredaran sianida maupun berkuri yang harus diberantas karena merusak ekosistem lingkungan dan kesehatan warga pulau Buru," tandas Martha.

Pewarta: Alex Sariwating
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2018