Delegasi Indonesia untuk pertama kalinya menyampaikan keprihatinan terhadap perkembangan pembahasan kebijakan amandemen Pedoman Energi Terbarukan Uni Eropa yang dikaitkan dengan minyak kelapa sawit.
Keprihatinan Indonesia disampaikan delegasi Indonesia yang hadir pada Pertemuan Komite Hambatan Teknis Perdagangan WTO, di Jenewa, Swiss.
Delegasi Indonesia menyampaikan, pembahasan amandemen Pedoman Energi Terbarukan di Uni Eropa akan mengakibatkan perlakuan yang berbeda antara minyak kelapa sawit dengan minyak nabati lainnya.
Hal itu berpotensi menurunkan nilai tambah dari minyak kelapa sawit sebagai salah satu komponen biofuel yang dapat berkontribusi terhadap komitmen capaian energi terbarukan Uni Eropa sekaligus menurunkan konsumsi biofuel.
Terkait hal itu, Indonesia mendorong Uni Eropa agar tidak menerapkan kebijakan yang diskriminatif dan menyesuaikan dengan komitmennya terhadap ketentuan-ketentuan WTO.
Sehubungan dengan aspek keberlanjutan, Indonesia telah memiliki standardisasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan standar yang diakui Uni Eropa (Roundtable Sustainable Palm Oil).
Setiap pelaku usaha kelapa sawit nasional wajib mengikuti ketentuan yang terdapat di dalam Indonesian Sustainable Palm Oil, yakni dimulai dari proses pembenihan sampai dengan tahap produksi agar menghasilkan produk turunan yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.
Pengembangan minyak kelapa sawit dan produk turunannya turut berperan dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia termasuk mendukung upaya Pemerintah Indonesia untuk memenuhi komitmen Sasaran Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs) Indonesia.
Sebagai produsen terbesar minyak kelapa sawit, Indonesia memiliki kepentingan yang besar untuk dapat memastikan keberlanjutan akses pasar minyak kelapa sawit ke seluruh penggunanya, termasuk di wilayah Uni Eropa.
Uni Eropa merupakan salah satu pasar terpenting untuk perdagangan minyak kelapa sawit Indonesia yang dapat menciptakan tren secara global.
Bagi Indonesia minyak kelapa sawit menjadi isu nasional karena merupakan salah satu komoditas unggulan yang memiliki standar keberlanjutan dan sangat terkait dengan kehidupan 17 juta petani setempat yang menggantungkan mata pencarian utamanya dari perdagangan minyak kelapa sawit.
Berdasarkan data statistik, ekspor minyak kelapa sawit Indonesia ke Uni Eropa mengalami penurunan signifikan dari angka 1,4 miliar dolar Amerika Serikat ke 895 juta dolar Amerika Serikat selama periode 2015-2017.
Pada Komite Hambatan Teknis Perdagangan WTO, sejumlah anggota lain WTO, yaitu Malaysia, Thailand, Kolombia, Kosta Rika, Guatemala, dan Nigeria turut menyuarakan keprihatinan serupa dengan Indonesia.
Anggota-anggota WTO itu menekankan agar Uni Eropa dapat mempertimbangkan dan mengedepankan salah satu prinsip utama terkait hambatan perdagangan, yakni untuk tidak menerapkan kebijakan yang bersifat "terlalu ketat dari yang diperlukan" untuk mencapai tujuan dari suatu peraturan.
Seluruh anggota WTO yang menyampaikan keprihatinan meminta Uni Eropa untuk segera menyampaikan perkembangan pembahasan isu-isu di dalam amandemen RED kepada WTO pada pertemuan mendatang.
Pewarta: Yuni Sinaga
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2018